The Golden Prince

Allen Nolleps
Chapter #2

Bab 2. Master Pedang

Tangan Alicia bergetar saat dia menahan tebasan pedang Ren, tetapi pria itu belum selesai saat dia memutar tubuhnya dan memberikan tebasan kesamping.

Alicia sudah bergerak mundur untuk menghindar, ujung pedangnya hampir mengenai lehernya, itu hanya berjarak beberapa inci. Dirinya mundur kembali beberapa langkah, menjaga jarak.

Ren tak membuang waktu, dia kembali maju ke depan, mengangkat pedangnya keatas, bersiap melakukan tebasan vertikal.

Alicia, tepat ketika jarak mereka hanya tersisa tiga langkah, bergerak maju dengan dorongan kaki yang kuat, seketika tepat berada di hadapan Ren — dengan seringai dia menebas secara horizontal.

Ren tak panik, dengan lihai memutar pedangnya kebawah, memblokir serangan.

Pedang mereka beradu, sementara wajah mereka berdekatan — menatap seringai gadis di depannya, Ren terkekeh. "Lumayan."

Dia cukup terkesan melihat bagaimana Alicia memperpendek jarak dalam sekejap, membuat momentum serangannya rusak dan terpaksa mengubah haluan untuk bertahan. Kejeliannya untuk menemukan celah dan memanfaatkannya adalah sesuatu yang patut diapresiasi.

Alicia mendorong mundur, menjaga jarak aman, dia tersenyum bangga. "Hehe... ini belum semua, lihat ini."

Maju dengan gerakan zig-zag, Alicia tiba di samping Ren dan mengayunkan pedangnya.

Pria itu dengan mudah memblokir setiap serangan. Namun setiap kali serangannya gagal, Alicia akan memutar dirinya, bergerak dari satu sisi ke sisi lain sambil memberikan rentetan tebasan.

Tak peduli dirinya dihujani serangan, Ren hanya fokus menatap gerakan kaki gadis itu.

'Ini lebih baik dari sebelumnya,' pikirnya, memperhatikan bagaimana Alicia menerapkan apa yang telah diajarkannya.

Seni berpedang bukan hanya soal keterampilan menggunakan pedang, tapi juga bagaimana mengelola tubuh agar bisa memposisikan diri ke momentum yang tepat pada setiap gerakan yang dilakukan.

Ren, sebagai Master Pedang, memiliki seni pedangnya tersendiri. Tapi yang unik dari seni pedangnya bukanlah serangan atau metode bertahannya, melainkan gerak kakinya.

Setiap gerakan dilakukan dengan presisi yang tepat, dengan memperhitungkan jarak musuh, jangkauan serangan dan jangkauan visibilitas — lalu merumuskan bagaimana memposisikan diri untuk bertindak.

Elemen penting dari seni pedangnya juga adalah kecepatan — cepat dalam merespon, baik untuk menyerang, bertahan atau menghindar.

Bahkan meski serangannya cenderung biasa saja, karena sejatinya dia hanya memiliki tiga gerakan serangan: tebasan horizontal, vertikal dan gerakan menusuk ke depan, ketepatan dan kecepatan gerakannya inilah yang membuatnya berbahaya — dan tak hanya berbahaya, namun juga indah.

Faktanya, alasan utama mengapa Alicia ingin diajarkan seni pedangnya, bukanlah untuk menjadi kuat atau demi melindungi diri, melainkan dia ingin menerapkan gerak kaki yang seperti tarian itu.

Ren bisa dengan jelas melihat bagaimana gadis itu tersenyum senang, bukan karena dia berhasil memberikan rentetan serangan padanya, tapi karena dia bisa memamerkan gerak kakinya yang indah — bukan hanya padanya, tapi juga kepada para prajurit yang dengan bodoh menatap terpesona.

Tak bisa dipungkiri bahwa pertarungan pasangan ini akan menarik perhatian, para prajurit menghentikan segala aktifitas dan menonton dengan antusias.

Salah satu prajurit bergumam pada rekannya di samping, "Tuan Putri kita sangat memukau bukan?"

Prajurit lainnya mengangguk. "Iya, dulu aku pernah melihatnya berdansa di aula kastil saat mendapat shift jaga, itu sama indahnya dengan yang ini."

Bukan cuma mereka, yang lain juga takjub akan keindahan Alicia. Gadis itu, daripada bertarung, lebih tepat dikatakan bahwa dia tengah menari.

Yang muda hanya bisa dengan bodoh terpesona, sedangkan yang lebih tua dan veteran, memperhatikan lebih detail, mereka melihat keindahan Alicia menyembunyikan bahaya yang mematikan.

Dibalik gerakan kakinya yang memukau, ada serangan dengan presisi yang sempurna, mengincar area vital dengan serangan cepat. Syukurnya, yang dihadapi oleh gadis itu bukanlah sembarang orang, orang itu adalah Master Pedang termuda dalam sejarah.

Tak peduli seberapa intens dan mematikannya serangan Tuan Putri mereka, Sir Ren dengan mudah mampu mengatasinya.

Bahkan selama ini, pria itu memegang pedangnya hanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dibiarkan menganggur begitu saja, menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak kesulitan menghadapi Putri Alicia. Fakta ini hanya membuat para prajurit senior mengangguk dalam diam, menghormati keterampilannnya.

Ren, yang selama ini bertindak pasif, mulai meningkatkan permainannya, dia tak lagi sekedar menahan dan menghindar, tapi mulai memberikan serangan balik.

Alis gadis itu tampak berkerut melihat perlawanannya, menatapnya dengan tak suka, seolah kesenangannya baru saja diganggu.

Ren tersenyum, dia mengambil langkah mundur, memberi jarak, tapi Alicia tak memberi kesempatan saat dia melangkah maju, mengangkat pedang, bersiap menebas secara vertikal.

Senyum Ren melebar saat dirinya bergerak cepat ke depan, merusak momentum serangan Alicia. Tanpa memberi kesempatan gadis itu untuk merespon, Ren mencengkram tangannya yang memegang pedang, menahannya tetap di atas, sementara dia mencondongkan diri ke depan, berbisik di telinga gadis itu. "Waktu pamernya habis, Alicia sayang."

Tubuh Alicia menegang mendengar bisikan menggodanya, tapi detik berikutnya, melalui tangannya yang dicengkram, tubuh Alicia berputar sebelum terhempas ke udara, jatuh ke tanah, berguling beberapa kali.

Ren, yang baru saja melempar Alicia sejauh belasan meter, menatap gadis itu yang baru saja bangkit dari tanah, menatapnya dengan marah.

"Apa ini caramu memperlakukan tunanganmu sendiri?!"

Lihat selengkapnya