The Golden Prince

Allen Nolleps
Chapter #3

Bab 3. Pertemuan Rahasia

Di salah satu bangunan Kastil, terdapat lorong besar yang serat akan keindahan dan kemewahan. Bukan sesuatu yang spesial, mengingat hampir setiap sudut Kastil ini juga memiliki nuansa demikian.

Namun, yang membuatnya berbeda adalah fakta bahwa terdapat penjagaan yang begitu ketat.

Sepanjang jalan, ada deretan prajurit berjirah lengkap, berdiri dengan mantap di kedua sisi lorong.

Tubuh mereka sepenuhnya ditutupi oleh armor baja, menenteng pedang besi yang masih tersarungkan. Namun lengan mereka yang satunya sudah tersedia di gagang pedang, bersiap untuk mengeluarkannya kapanpun itu dibutuhkan.

Ren berjalan di lorong tersebut, mengabaikan para penjaga, begitu juga sebaliknya, mereka sudah mengenalnya.

Tiba di ujung lorong, Ren dihadapkan dengan sebuah pintu besar, dirinya menatap pintu itu dengan ekspresi serius, tahu bahwa apa yang menunggunya di dalam adalah sesuatu yang begitu penting.

Mengangguk pada kedua prajurit yang menjaga pintu, mereka membukakannya dan Ren segera melangkah masuk.

Di dalam, Ren segera di hadapkan pada sebuah ruangan aula yang luas. Berbeda dari ruangan lain di Kastil ini yang penuh akan dekorasi indah, disini, ruangannya tampak sepi dan monoton.

Seluruh jendela tertutup rapat tanpa cahaya masuk, satu-satunya sumber penerangan adalah cahaya dari deretan lampu minyak yang digantung di sudut ruangan.

Bagian tengah aula diletakkan meja bundar besar dengan dua belas bangku di sekelilingnya, beberapa kosong, beberapa telah terisi.

"Ini dia, akhirnya pahlawan kita datang."

Ren menoleh ke sumber suara, melihat seorang pria usia tiga puluhan tengah duduk, tersenyum akrab padanya. Pria itu memiliki rambut hitam pendek ditata rapi dan mata biru yang dalam, mengenakan pakaian kehormatan kesatria. Dia adalah Sir Cale, seorang Master Pedang, sama seperti dirinya.

Ren mengangguk padanya, berjalan dan membungkuk ke kursi utama. "Maaf telah membuatmu menunggu Yang Mulia."

Arthur Von Artia, Raja Kerajaan Artia dan ayah dari tunangannya, Alicia, melambaikan tangannya dengan santai, berkata ramah. "Jangan khawatir Sir Ren, kau datang tepat waktu."

Bangkit, Ren mengambil kursinya sendiri, menatap sekeliling dan menemukan hanya ada lima orang yang mengisi ruangan.

"Baiklah, karena semua orang sudah hadir, kau bisa memulainya Sir Cale." Raja memberi perintah.

Sir Cale bangkit dari kursinya, membungkuk pada Raja. "Sesuai keinginan anda Yang Mulia."

Menatap mereka yang hadir, Sir Cale melanjutkan dengan nada berat. "Kami telah mengetahui dimana lokasi para pengkhianat."

Kata-katanya segera membawa keheningan yang dingin di seluruh aula, semuanya memiliki ekspresi serius.

Dua minggu lalu, terdapat penyerangan yang terjadi di Istana, bukan oleh kerajaan lain, tapi dilakukan oleh beberapa petinggi yang melakukan upaya kudeta.

Mereka menyerang tokoh penting, salah satunya adalah keluarga kerajaan — mereka berniat membunuh semuanya dalam satu malam.

Untungnya upaya mereka gagal. Namun, meski begitu, dampak yang dihasilkan tidaklah kecil, banyak tokoh yang berhasil dibunuh, beberapa ada yang seharusnya juga ikut hadir di pertemuan ini.

Para kursi kosong ini dulunya adalah milik mereka, sayangnya mereka telah tiada sekarang, telah gugur sebagai rekan yang menjadi korban kudeta.

Tapi ada juga yang mati sebagai pengkhianat. Beberapa petinggi disini juga merupakan pelaku, sialnya ada dua yang berhasil selamat dan masih menjadi buron. Berita atas penemuan lokasi para pengkhianat itu jelas sepenuhnya menarik minat mereka.

"Apa kredibilitas informasi ini bisa dipercaya, Sir Cale?"

Suara kasar yang agak tua terdengar. Ren mengalihkan pandangan untuk melihat Sir Orum, seorang pria tua di usia lima puluhan dengan rambut hitamnya yang mulai memutih.

Meski begitu, dia sama sekali tak terlihat seperti orang tua rentan. Sebagai Master Pedang, Sir Orum memiliki fisik yang kuat — meski masa jayanya telah usai, dirinya masih berbahaya di medan pertempuran, bahkan mata hitamnya pun masih memancarkan ketajaman seorang pejuang.

Sir Cale tersenyum ramah, sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormatnya. "Sir Orum, informasi ini datang melalui kabar burung yang dikirim oleh prajurit kita yang menjaga perbatasan. Dikatakan bahwa beberapa warga sipil melihat figur orang yang mirip seperti para pelaku. Prajurit kita mencoba menyamar dan mengkonfirmasi, mereka memang menemukan bahwa meski belum pernah bertemu orang-orang ini, mereka yakin 90% atas kemiripan keduanya dengan para pengkhianat yang kita cari."

Ren dan yang lainnya mengerutkan kening, informasi barusan tidak sepenuhnya bisa diandalkan.

Memang benar, para prajurit yang bertugas di perbatasan mungkin tidak pernah memiliki kesempatan untuk melihat secara langsung para petinggi yang berkhianat ini, jadi mereka hanya bisa menilainya melalui selebaran gambar para pelaku.

"Aku tahu bahwa ada kemungkinan informasi ini salah, tapi ini adalah hal terbaik yang kita punya." Sir Cale melanjutkan.

Raja Arthur menangguk. "Aku sudah membaca langsung surat itu, dan memang sejauh ini, hanya itu yang kita punya." Menatap yang lain, Raja melanjutkan. "Aku ingin mendengar apa pendapat kalian perihal ini."

Tak ada yang langsung menjawab, sampai ketika Sir Cale berpendapat. "Menurutku ini layak dicoba, kami tak bisa kehilangan kesempatan untuk mencabut para rumput liar ini, terutama ketika kita berpacu pada waktu, mereka mungkin telah pergi jika kita terlalu lama bertindak."

Ren meliriknya dan bertanya. "Sir Cale, jika aku boleh tahu, kapan berita ini diterima?"

"Burung yang membawa berita tiba satu jam yang lalu, melihat isi suratnya, aku segera membawanya kehadapan Yang Mulia, memikirkan jarak tempuh dan waktu pembuatan surat, aku memperkirakan para pengkhianat ini terlihat di pagi hari," jawabnya.

Ren mengerutkan kening, bergumam. "Jika mereka melanjutkan perjalanan ke luar perbatasan, menghitung waktu istirahat di malam hari, mereka mungkin akan tiba di kerajaan lain dalam dua hari."

Sir Cale mengangguk. "Itulah sebabnya aku mengatakan bahwa kita berpacu pada waktu. Jika kami salah, maka kami hanya akan menyianyiakan waktu, tapi jika orang ini ternyata benar para pengkhianat, maka kita telah melewatkan kesempatan emas. Kesempatan berikutnya pasti akan lebih sulit di dapat mengingat mereka telah berada di luar teritori kerajaan kita."

Lihat selengkapnya