The Golden Prince

Allen Nolleps
Chapter #8

Bab 8. Kilauan Kegelapan

Suasana tegang mengalir di udara, di dalam Goa terpencil, di tengah hutan pegunungan Greenland. Empat Master Pedang, bersiap akan pertarungan mematikan mereka.

Cale memecah ketegangan dengan menjadi yang pertama bergerak. Pedangnya diselimuti cahaya biru yang memberi kesan dingin pada sekitarnya. 

Sir Galahad maju, bersiap untuk konfrontasi. Namun, Noel lebih dulu melompat padanya, — dengan Aura Pedangnya yang berwarna jingga, dia turun, menerjangnya, selayaknya sebuah komet.

Ren bergerak cepat, melompat untuk memblokir serangan Noel, pedang mereka beradu.

Di sisi lain, Sir Galahad menahan serangan Cale. Merasakan pergerakan di belakangnya, yang pertama memutar tubuh dan menebas secara horizontal.

Damien melangkah mundur, mata pedangnya hampir mengenai lehernya, tapi dia tetap berhasil menghindarinya. Kembali bergerak maju, dia menyerang, namun serangannya diblokir oleh Ren.

Melihat wajah pemuda itu, rasa sakit di mata kirinya menguat. Dengan marah, Damien kembali menyerang.

Ren dengan gesit menghindari serangannya, sebelum berbalik dan memblokir serangan lain Noel yang ditujukan pada Sir Galahad, — saat yang terakhir, tengah sibuk melawan Cale.

Situasi Ren tampak rumit, dia mencoba memberi dukungan agar Sir Galahad tidak dihadapkan pada dua Master Pedang sekaligus. Namun, kelebihan satu Master Pedang di pihak musuh membuatnya kerepotan. Dia harus menahan serangan yang satu, sebelum kembali bergerak untuk melawan satu lainnya, memberi ruang lebih pada Sir Galahad yang tengah sibuk dengan Cale.

Noel, yang serangannya selalu dibatalkan, menatap jengkel. "Damien! ayo urus bocah sialan ini lebih dulu!"

Dengan itu, Noel maju, menyerang Ren, sementara yang terakhir menahannya. Namun, Ren harus dengan sigap melompat ke samping, menghindari serangan Damien.

Mata Ren menyipit, meningkatkan fokusnya untuk waspada. Melawan dua Master Pedang, meski ini bukan pertama kalinya, tetap memberi potensi bahaya yang mematikan, dirinya harus selalu fokus pada sekitarnya.

Sementara itu, Sir Galahad tengah beradu pedang dengan Cale.

"Meninggalkan yang lebih muda untuk menanggung beban berat, tidakkah kau malu Sir Galahad," kata Cale sinis, melirik pertarungan di sisi lain.

Sir Galahad masih tampak tenang, menjawab tanpa menghentikan serangannya. "Dia tahu apa yang dia lakukan, tidak sepertimu, yang tenggelam karena rasa cemburu."

Untuk pertama kalinya, wajah Cale berkerut. Bergerak mundur, menjaga jarak, dia bertanya. "Jadi kau tahu?"

"Yang Mulia sudah menebaknya," jawabnya, sebelum bergerak maju, memberikan serangan yang ditahannya. Berhadapan wajah, Sir Galahad berkata. "Ini bukan eramu lagi Cale, sudah waktunya bagimu untuk bangun."

Rasa tak senang bergejolak di dalam hatinya. Cale meningkatkan intensitas auranya dan mendorong ke depan, membuat jarak.

"Jika Raja yang kau hormati itu bertindak sebagaimana harusnya seorang Raja, maka hari ini takkan pernah terjadi." Cale mendesis marah, mengacungkan pedangnya yang diselimuti rona biru.

Gelar Master Pedang termuda sepanjang sejarah adalah sesuatu yang dulu pernah disandangnya. 

Rata-rata mereka yang berbakat dalam berpedang, hanya mampu menerobos setelah berusia lebih dari 30 tahun — jarang yang bisa menjadi Master Pedang pada usia di bawah 30.

Cale, mampu melakukan terobosan dan menjadi Master Pedang di usia 26 tahun, membuat dirinya dipenuhi oleh pujian dan kehormatan.

Sayangnya, dia tidak bisa menikmati posisinya terlalu lama, karena lima tahun setelahnya, sebuah keajaiban terlahir.

Seorang pemuda berusia 19 tahun, yang bahkan belum genap 20 tahun, mampu melakukan terobosan dan menjadi Master Pedang. 

Prestasi ini belum pernah terdengar sebelumnya, menjadikannya sebagai keajaiban paling cemerlang di kerajaan.

Cale tahu siapa orang itu, pemuda itu sebelumnya hanya prajurit biasa. Hidup bagaikan di menara gading, membuatnya tak pernah memperhatikan apa yang ada di bawahnya.

Bahkan ketika pemuda itu mulai membuat namanya sendiri di ketentaraan, dirinya tak pernah peduli — kenapa harus peduli pada satu prajurit yang kebetulan sedang naik daun. 

Dia sendiri adalah bintang yang bersinar, seorang jenius yang terkenal, seorang Master Pedang termuda sepanjang sejarah — Cale hidup dengan kepalanya yang dipenuhi oleh kebanggaan.

Sampai suatu hari, pemuda yang tak penting itu berhasil melakukan terobosan dan menjadi Master Pedang di usianya yang begitu muda. Secara instan mencuri gelarnya, dan mematikan kilauannya.

Meksi orang-orang masih menghormatinya, jenis rasa hormatnya berbeda dari sebelumnya, itu tak sama lagi — atau lebih tepatnya, itu sudah teralihkan, menjadi milik orang lain, orang yang namanya kini tak mungkin dia abaikan, Ren Moretti, itulah dia.

Kiluannya begitu menyilaukan. Di satu sisi, itu membuat seluruh penduduk kerajaan merasa dianugrahi oleh pelita harapan. Namun, di sisi lain, seperti halnya cahaya yang akan selalu memiliki bayangan dibaliknya, Cale merasa bahwa hidupnya kini berada di dalam kegelapan, di balik bayang-bayangnya.

Hal ini diperparah setelah pemuda itu dipasangkan dengan Putri Kerajaan, Alicia Von Artia.

Menjadi tunangan dari Putri yang dijuluki Putri Emas, membuat namanya semakin melambung. Bahkan dia kini memiliki julukannya sendiri, Pangeran Emas.

Ini membuat ketenarannya naik ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, seolah Tuhan telah secara langsung memberkatinya.

Hal yang membuat Cale merasa lebih pahit adalah fakta bahwa setelah menjadi calon menantu Raja, Raja sendiri tampak menunjukkan pilih kasihnya. 

Raja Arthur terkenal akan kebijaksanaannya, kecuali pada putrinya sendiri, Raja tegas dan memperlakukan secara adil orang-orangnya. Namun, sejak sepeninggalan istrinya, Ratu Selena, kebijaksanaan Raja mulai dipertanyakan.

Beberapa yang tak senang akhirnya membentuk kelompok sendiri, mencoba mencari peruntungan dan akhirnya melakukan kudeta — meski berakhir dengan kegagalan.

Cale adalah salah satu dari mereka yang tak senang dengan perubahan Raja. Akhirnya, dia menemukan cara untuk menyalurkan kecemburuan yang selama ini terpendam di kedalaman hatinya, yakni dengan melakukan kudeta.

Tentu, dia tak sebodoh yang lain, dirinya bisa menutupi jejak pengkhianatannya dan justru muncul sebagai pahlawan. Ini membuat Raja, meski memiliki kecurigaan tertentu, tak bisa membuat keputusan ekstrem, tanpa bukti kuat yang menyertainya.

Kini, dengan dia yang telah menunjukkan warna aslinya, Cale harus memastikan bahwa rencananya berhasil. Tak peduli bahkan jika ada sedikit interferensi dari Raja, yang menempatkan kesatria pribadinya, untuk melindungi targetnya — untuk membunuh Pangeran Emas, Ren Moretti.

Meningkatkan Aura Pedangnya, Cale bergerak maju dengan niat membunuh. Sir Galahad melakukan hal yang sama saat pedangnya berkobar akan rona merah, tampak seolah terbakar.

Di sisi lain, Ren menahan gempuran dari kedua Master Pedang, Damien dan Noel. 

Setiap kali dia menahan atau menghindari satu serangan, dirinya harus siap akan serangan lain yang datang setelahnya — keduanya bekerjasama untuk menjatuhkannya.

"Hahaha... sekarang situasinya berbalik Bocah!" Damien tertawa senang, matanya berkilat akan emosi gelap. "Kemari! aku akan mencongkel matamu!"

Mengabaikan teriakan gilanya, Ren fokus pada area sekitarnya, memblokir serangan Damien, sebelum bergerak ke sebelah kirinya, melepaskan tebasan, namun digagalkan oleh Noel. 

Damien meludah kesal, ini sudah yang kesekian kalinya, bajingan itu selalu bergerak ke sisi kirinya. Luka di matanya mempersempit lingkup pandangnya, dan hal itu dimanfatkan oleh musuh. Syukurnya, ada Noel disini, membuat pihaknya justru lebih unggul.

"Kenapa kau tak menyerah saja Nak," kata Noel, beradu pedang dengannya. "Seperti Orum, yang saat ini tubuhnya sudah tak lagi punya kepala."

Dahi Ren mengerut, sementara senyum Noel melebar, tahu bahwa kata-katanya telah menarik perhatiannya.

"Kau tahu, dia sangat terkejut saat tiba-tiba Cale menusuk perutnya dari belakang."

Tangan Ren mengeras, matanya menyipit. Namun, Noel melanjutkan dengan senang, sambil tak berhenti melepaskan serangan. "Sebelum dia mati, aku sempat mengajaknya beralih pihak, namun kau tahu apa jawabannya?"

"Hehe... dia bilang: Aku lebih baik mati disini dari pada menjadi pengkhianat seperti kalian, setidaknya, aku mati dengan kehormatanku sebagai seorang Kesatria," terkekeh, Noel mencibir. "Mati dengan kehormatan? bukankah itu konyol?"

"Aku tidak mengerti apa yang dia pikirkan, apakah mati di tengah hutan antah berantah ini adalah sebuah kehormatan? itu sungguh konyol bukan?"

"Tutup mulutmu!" Ren berseru marah, melepaskan serangan kuat yang membuat Noel mundur. "Kau dan mulut kotor sialanmu itu! tidak punya hak bicara soal kehormatan!"

Ren marah, mengetahui rekan sesama kesatrianya gugur. Sir Orum bukan pengkhianat, pengorbanannya adalah buktinya. Melihat orang seperti itu direndahkan tepat di depan wajahnya, Ren merasa ingin mencabik-cabiknya.

Tak peduli dengan ledakkannya, Noel tersenyum sinis. "Kau harus tahu bagaimana kelanjutannya. Orum, setelah tahu bahwa dirinya tak mungkin menang, hanya terduduk pasrah dengan lukanya. Tak ingin membiarkannya lebih menderita, aku memberinya kematian cepat, memenggalnya tanpa rasa sakit, kau seharusnya berterimakasih padaku Nak."

Mata Ren melebar, hatinya dipenuhi akan amarah. 

Damien menikmati ekspresi sulit pemuda itu, dia tersenyum. "Tak perlu khawatir Ren, aku juga akan memberimu kematian yang cepat, tentu setelah aku mencongkel matamu, hahaha..." 

Lihat selengkapnya