The Golden Rabbit

Dreamerity
Chapter #3

Kelinci 3: Amino Hilang

Di mana ada bencana

Disitu ada kemalangan

Ketika manusia berencana

Akan ada rasa kehilangan


- Kelinci Emas -


MEREKA bertiga pun akhirnya berteman. Olivia yang selalu bermain dengan Nathan mengingat mereka berdua sama-sama aktif. Irene ingin bergabung, tapi karena paham dia tidak seaktif mereka berdua dan mudah lelah, jadi dia lebih memilih untuk diam di rumah saja. Merawat kelinci, ataupun melakukan hobi baru; membuat kue.

Pernah sekali saat itu, kelas lima. Nathan datang ke rumahnya untuk mengembalikan buku milik Olivia—meski sayangnya anak itu tidak ada di rumah. Hanya ada Irene saat itu, dan Irene menyilakan Nathan untuk masuk.

"Wah, ada bau kukis." Nathan merasakan semerbak bau kukis yang baru dipanggang di dalam oven, dan baunya tercium sampai ke ruang tamu.

"Ka-kamu mau coba? I-ini sudah kelima kali aku bikin kukis, da-dan mudah-mudahan kukisnya tidak gosong," kata Irene. Teringat bagaimana dia membuat kukis gosong untuk kesekian kalinya. Yah, mudah-mudahan dia tidak gagal, karena dia merasa sayang dengan bahan-bahannya meski dia sendiri yang membeli bahan-bahannya dengan menggunakan uang tabungannya. Dia tidak berani meminta uang kepada Bunda jika hanya sekadar untuk membuat kukis. Irene lebih suka mengumpulkan uangnya sendiri.

"Eh, apa boleh?" tanya Nathan, memastikan. Irene mengangguk.

Beberapa menit kemudian, kukis pun akhirnya matang dari oven. Kukis cokelat chips. Irene mengeluarkannya dengan hati-hati dengan sarung tangan khusus berwarna pink kepunyaan Bunda. Dia kemudian mendinginkannya sejenak, dan setelah kukisnya dirasa sudah dingin, barulah Irene memperbolehkan Nathan mencobanya.

Baru satu gigitan, Nathan langsung mematung. Dia terdiam dengan mulut yang masih mengunyah. Irene jadi deg-degan sendiri, bagaimana kalau kukis buatannya tidak enak?

"Enak!" Nathan berseru puas setelah dia menelan kukisnya. Irene menatapnya, mencoba mencerna ucapannya.

"Kukisnya crunchy saat digigit dan kemudian melembut saat dikunyah, lalu cokelat chipsnya juga enak dan meleleh di mulut," jelas Nathan.

Irene lega mendengar komentarnya. Itu artinya kukis cokelat buatannya berhasil. Yah, meski bentuknya tidak bagus, setidaknya ada satu orang yang menyukai kukis buatannya.

"Aku mau satu lagi, boleh?"

"Boleh, ka-kalau begitu aku akan memberimu satu toples sebagai hadiah keberhasilanku, bagaimana? mau?" tawar Irene. Nathan berbinar. "Wah, serius?"

Irene mengangguk tulus, dia juga serius. Selanjutnya, dia pun memasukan banyak kukis ke dalam toples agar toplesnya terisi penuh. Irene senang karena ada orang yang menyukai kukis buatannya, dan dia pun tidak segan membuat banyak kue untuk orang itu.

Nathan menerimanya dengan senang hati, dan menghabiskannya beberapa hari kemudian.

Lalu, ada momen yang paling berkesan yang membuat Irene resmi menyukai Nathan. Saat itu ... Amino—kelinci kecil berbulu cokelat, hilang entah ke mana.

Amino adalah hadiah ulang tahunnya yang ke sebelas dari Bunda, dan Bunda menyuruhnya untuk merawatnya dengan baik. Amino saat itu masih kecil, masih imut, dan suka melompat sana-sini di belakang rumah.

Namun entah kenapa Amino hilang saat itu, dan setelah ditelusuri, rupanya kandang Amino jebol, dan kelinci itu kabur entah ke mana.

Nathan datang ke rumah Irene, tujuannya meminjam buku catatan bahasa Indonesia karena beberapa hari lalu Nathan sakit dan tidak masuk kelas.

Saat itu, lagi-lagi yang ada di rumah hanya Irene. Bunda tidak ada karena dia harus mengurus peternakan, dan Olivia lagi-lagi pergi bermain bersama teman-temannya. Jadi, tidak ada yang membantunya atau tahu di mana kelinci itu hilang.

Irene hampir akan menangis saat itu, tapi Nathan menenangkannya dan berkata kalau dia akan bantu menemukan Amino.

Lihat selengkapnya