Api menyala dalam lilin
Dan ditiup oleh Rikku
Kenapa harus mencari yang lain?
Kalau sudah jadi milikku?
- Kelinci Emas -
"MAAF, aku tak punya kelinci." Seorang pria tua menjawab pertanyaan Nathan. Nathan hanya berterima kasih, kemudian pergi dengan sepeda merahnya. Diikuti oleh Irene dengan kelinci emas yang sekarang ini sudah nangkring di keranjang sepedanya. Sama seperti posisi saat Irene membawanya ke peternakan, kelinci ini berdiri seraya melihat ke depan seperti sedang melihat sekitar.
"Wah, kelinci yang manis." Seorang wanita tua berpakaian petani memuji kelinci emas yang Irene bawa. Nathan berbinar, "apa kau pemiliknya?"
"Apa? Oh, tentu saja bukan. Aku tidak sanggup merawat seekor kelinci, mereka adalah makhluk yang sangat sensitif dan agak merepotkan. Aku hanya suka mengelusnya saja," kata wanita itu, seraya membalas. Nathan tersenyum, tapi sekaligus kecewa. "Oh, begitu ya. Baiklah, kalau begitu kami permisi, maaf mengganggu, ya."
Nathan berbalik dengan sepedanya, dan Irene juga ikut berbalik dengan sesekali menunduk dan tersenyum. Wanita tua itu juga membalas senyuman Irene, dan berkata kepada keduanya untuk berhati-hati.
"Yah, bagaimana ini? Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengaku kalau kelinci ini adalah kelinci milik mereka." Nathan bergumam sedih. Dia maupun Irene sudah bersepeda cukup jauh. Mereka masih ada di Yohans Bagian Selatan, dan tak ada satu pun orang yang mengaku kalau kelinci emas ini adalah kelinci mereka. Irene melirik ke arah lain dengan diam.
Tentu saja, pemiliknya 'kan bukan manusia.
"Ah, Rene! Di sana ada seorang bapak-bapak yang sedang menggendong kelinci anggora!" Nathan berseru sambil menunjuk ke arah seorang pria paruh baya dengan kaos belang biru dan celana pendek hitam. Kedua tangannya mengendong seekor kelinci anggora berwarna cokelat.
Irene juga melihatnya. Dilihat dari mana pun, sepertinya dia adalah seorang penyuka kelinci, dan kalau saja kelinci emas ini bukan miliknya, Irene berharap kalau pria itu mau mengadopsi kelinci ini.
"Ayo, kita hampiri dia, Rene," ajak Nathan. Irene mengangguk lantas menyusulnya.
Mereka berdua kemudian menghampiri pria itu dengan kecepatan penuh. Baru saja pria itu hendak membuka pagar rumahnya, Nathan langsung berseru. "Pak!"
Dan orang yang dipanggil pun berhenti, bahkan menoleh. Dia menatap dua anak SMP dengan tatapan heran, dan juga menanyakan tujuannya mereka dalam hati. Nathan mengerem sepedanya dengan cepat, dan dia langsung bertanya begitu Irene sudah sampai di dekatnya. "Apa Bapak kehilangan seekor kelinci?" tanyanya, cepat. Pria itu mengerjap. "Apa?"
"Apa kelinci emas ini punya Bapak?" tanyanya lagi dengan menunjukkan seekor kelinci yang saat ini tengah berdiri dengan kedua kaki depan yang memegang sisi keranjang. Hewan yang ditunjuk langsung mengangkat kedua telinganya.
Pria itu tersenyum sejenak ke arah kelinci tersebut. "Oh, jenis Dwarf sepertinya, ya? Ah, kelinci yang sangat manis," ucapnya, sambil tersenyum. Kemudian wajahnya berubah datar. "Tidak, bukan milikku."
"A-apa Bapak mau mengadopsinya?" Irene cepat bertanya begitu dia melihat pria itu hendak membuka pagar rumahnya. Pria itu menatap Irene sedatar-datarnya. "Nak, aku sudah punya banyak kelinci, dan mulai besok mereka akan kujual. Daripada bertanya kepada semua orang perihal kelinci siapa ini, kenapa kalian tidak titipkan saja kelincinya ke peternakan?" tanya Pria itu, dengan panjang lebar.
Irene mengerti. Peternakan yang dia maksud pasti peternakan milik Bunda. Tidak ada peternakan kelinci lain selain Peternakan milik Bunda di kota kecil seperti Yohans ini.
"Tunggu, apa kau putri dari pemilik peternakan kelinci itu? Siapa namanya? Oli?"
"Irene." Nathan menjawab pertanyaan Pria itu. Irene meliriknya. "Irene Rectary. Dia putri pertama dari Bu Suri Rectary."
"Oh, kukira kau Olivia." Pria itu manggut-manggut sambil menatap Irene. Irene menunduk. Merasa tak enak karena diberi tatapan aneh seperti itu. "Yang ini terlihat sangat pendiam, tidak seperti yang satunya yang cerewet."
"Tentu saja, yang ini lebih adem dan kalem." Nathan menambahkan membuat Irene malu. Kalau sudah begini, Irene jadi menyimpulkan kalau Olivia sering pergi ke mana-mana dan bertemu banyak orang baru.
Ah, Irene jadi iri. Enaknya jadi anak ekstrover adalah kau bisa mengenal banyak orang dan berbicara dengan mereka tanpa banyak kendala. "Ah, begitu, tapi tetap saja, aku tidak bisa mengadopsi kelinci kalian. Saranku, titipkan saja kelinci ini ke peternakan."