
TERITORI ZATULINI
-
Di gua ada bau yang menguar
Karena itu baunya ajaran sesat
Tetaplah mencari jalan keluar
Meski kau sudah tersesat
- Kelinci Emas -
KELINCI emas itu melompat diantara manusia-manusia kelinci yang hilir mudik. Pasar ramai seperti biasa. Ada yang menjual jajanan kaki lima, makanan berat, bahan-bahan pokok seperti sayuran, bumbu rempah basah, dan lain-lain. Kurang lebih suasananya persis seperti pasar tradisional pada umumnya, tetapi pasar tradisional yang kelinci ini masuki berbeda.
Pasar ini terletak di pusat teritori dengan batu stalagmit raksasa yang dijadikan sebagai alun-alun. Batu stalagmit itu ditumbuhi banyak tanaman menjalar dan jamur-jamur hijau menyala. Bukan hanya itu, bunga-bunga tulip putih yang menyala, mengambang, dan melayang—lengkap dengan potnya yang mini—di sekitar batu stalagmit itu juga menjadi ikon tempat ini.
Selain itu, gedung-gedung tinggi bak sarang semut juga mengelilinginya. Rumah-rumah dan ruko yang ada di sekeliling batu stalagmit raksasa juga menjadi hunian yang nyaman dan ladang bisnis bagi siapa saja yang ingin memulai usaha.
Kelinci emas itu terus melewati mereka-mereka yang sibuk. Ada yang sibuk berdagang, menjadi pembeli, jalan-jalan, dan lain-lain. Dia juga bahkan melewati alun-alun stalagmit raksasa dan melompat ke sebelah kiri, ke arah tangga batu yang menjulang tinggi yang saat ini dilewati oleh banyak manusia kelinci. Entah mereka sedang menuruni tangga atau menaiki tangga.
Kelinci emas itu terus melompat melewati anak tangga, sampai akhirnya ia sampai ke sembilan puluh sembilan anak tangga dan berbelok ke arah kiri. Setelah berbelok, ia pun mendatangi toko kue jahe yang baru saja ditutup, dan ia berhenti tepat setelah manusia kelinci yang hendak ia temui menoleh ke arahnya.
"Oh, hai Margareth, kau menikmati pekerjaan barumu?" tanya manusia kelinci itu. Seutas senyum dan tatapan tenang terbit di sana. Kelinci emas yang bernama Margareth itu mengangguk.
Manusia kelinci yang menjadi lawan bicaranya menatapnya intens. Menyelidiki sesuatu. "Kau jatuh cinta ya?" tanyanya, lagi-lagi dengan tersenyum. Kelinci emas itu mengangguk. Anggukan yang semangat kali ini. "Wah, benarkah? Kalau boleh tahu, kelinci jantan mana yang berhasil mencuri hati seekor Margareth?" goda makhluk ini, sekaligus bertanya.
Kelinci emas itu—Margareth—menunduk. Dia menyembunyikan senyumnya dan juga pipi semu yang malu-malu. Dia kemudian menunjuk ke atas. Ke batu-batu stalagtit yang melambung tinggi nun jauh. Yang menjadi lawan bicaranya juga menengadah ke atas. Dia bingung, tetapi bibirnya tetap menyunggingkan senyum. "Di permukaan?" tanyanya.
Margareth mengangguk.
"Si Pejantan itu ada di atas sana? Kau bertemu dengannya saat sedang menjalankan ritual?" tanyanya lagi. Margareth lagi-lagi mengangguk.
Manusia kelinci itu mengusap dagunya. Lagi-lagi penasaran. "Seperti apa rupanya? Apa lebih tampan dariku?"
Margareth mengangguk semangat lagi. Dia pun berdiri dengan dua kaki belakang, lalu dua kaki depannya memeragakan sesuatu—memberi isyarat satu tangan di atas dan satu tangan yang lainnya di bawah. Manusia kelinci itu memiringkan kepalanya. Matanya kemudian memicing. "Dia sangat ... tinggi?" tanyanya.