Lawrence family.
Keluarga Lawrence.
Lyla Lawrence.
Nadine menghabiskan sepanjang malamnya berselancar di internet untuk mencari kata kunci pencarian tentang keluarga Lawrence yang baru saja ia kunjungi untuk wawancara kerja tadi pagi. Rasa ingin tahunya kian menyeruak seiring ingatan akan bagaimana menakjubkannya kediaman keluarga tersebut. Kediaman keluarga yang mempunyai taman, kebutuhan, lapangan golf pribadi dan kolam renang setara hotel bintang lima di dalamnya. Sudah jelas keluarga ini bukanlah keluarga sembarangan.
Saat pertama kali ditawarkan untuk melangkah masuk, Nadine mati-matian harus menahan diri untuk tidak membuka mulutnya menganga saat menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kemewahan sebuah kediaman dapat menghipnotis seorang wanita biasa seperti dirinya. Seorang wanita biasa yang sangat memerlukan pekerjaan yang layak untuk saat ini, dan untuk ukuran wanita biasa seperti dirinya memasuki kediaman keluarga Lawrence seperti halnya memasuki dunia lain.
Dari beberapa artikel yang keluar, semuanya nyaris membahas poin yang sama. Bahwa keluarga Lawrence adalah keluarga bergengsi papan atas yang memang mempunyai kekayaan turun temurun. Mempunyai darah keturunan dari salah satu bangsawan negeri terdahulu, Joseph Lawrence, tokoh yang menjadi figur dan inspirasi penting bagi para saudagar di masa lalu.
Joseph Lawrence.
Nadine seperti mencoba mengingat-ingat nama yang sering muncul di buku sejarah sekolah tersebut. Joseph Lawrence memang adalah saudagar terkenal yang mempunyai banyak bisnis dan usaha, tapi jika berbicara tentang kehidupan spesifik dari figur tersebut, Nadine dengan jelas tahu bahwa Joseph Lawrence adalah salah satu dari sekian kolonialis berwujud bangsawan konglomerat yang datang ke negeri ini hanya untuk menjajah dan merampas sumber daya pribumi.
Lyla Lawrence adalah salah satu cicit dari Joseph Lawrence, setidaknya begitu apa yang dikatakan salah satu artikel yang sedang dibacanya. Tidak seperti anggota keluarga dan saudara Lawrence lainnya yang memilih pindah atau menetap ke luar negeri, Lyla memilih untuk hidup dan tumbuh di sini. Belajar, melanjutkan studi, membuka foundation yang bergerak pada bidang sosial dan keagamaan, lalu bertemu dengan seorang profesor, jatuh cinta dan akhirnya... menikah.
'What a wonderful life, Lyla Lawrence...' batin Nadine saat membaca artikel yang merangkum kehidupan seorang Lyla Lawrence dalam satu bacaan halaman. Bahkan pada bagian bawah artikel tersebut menceritakan tentang bagaimana sempurnanya hidup Lyla Lawrence yang punya segalanya, mulai dari latar belakang kehidupan sampai sosok suami yang selalu ada untuk mendampingi dirinya. Sang suami yang katanya merupakan seorang profesor di salah satu universitas besar itu bahkan rela mengikut dan memakai nama keluarga istrinya, alih-alih nama keluarganya sendiri. Itu sudah cukup membuktikan betapa powerful Lyla Lawrence, calon bosnya.
Ya, masih calon bos.
Lyla Lawrence mengatakan padanya kalau ia masih harus membaca dan memfollow up ulang CV beserta berkas dokumen yang Nadine ajukan untuk melamar kerja. Dan jujur saja, itu membuat Nadine lumayan ketar-ketir.
Bagaimana kalau Lyla mengetahui identitas nama dirinya yang sekarang berbeda saat mengajar dulu? Itu adalah keresahan terbesar Nadine semenjak menyerahkan berkas dan dokumen lamaran kerjanya ke kediaman Lawrence.
Yohan memang sudah mengurus semuanya, memastikan bahwa seluruh dokumen dan lisensi mengajarnya sudah diperbaharui ke namanya yang sekarang, bukan nama dirinya yang dulu. Dan seharusnya itu sudah cukup untuk membuat Nadine aman dari bayang-bayang kehidupan yang tidak ingin ia ingat lagi, tapi... tetap saja! Keluarga Lawrence berbeda dengan keluarga lainnya. Lebih tepatnya sosok Lyla Lawrence! Sekali lihat saja Nadine sudah tahu kalau wanita tersebut bukanlah wanita biasa. Meski terlihat sangatlah ramah dan bersahabat untuk pertemuan pertama mereka, wanita itu jelas punya potensi untuk menyelidiki siapa saja yang menawarkan diri untuk bekerja dengan keluarganya, termasuk masa lalunya!
"Bagaimana wawancara kerjanya tadi?" celetuk sebuah suara yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakang, mengagetkan Nadine yang secara spontan langsung menutup layar komputernya. Wanita itu berbalik dengan wajah setengah terkejut, menemukan sosok lelaki dengan garis rambut yang terlihat bersih dan seragam khas kepolisian negeri yang masih terlihat rapi bahkan pada jam segini.
"Oh, Yohan..."
Nadine mengusap dadanya dengan lega dan itu membuat lelaki bernama Yohan itu mendelik sekilas.
"Kenapa? Apa kau pikir aku adalah hantu? Atau... para rentenir itu datang kemari?" tanya lelaki berseragam polisi itu sambil melihat ke sekeliling ruangan dengan wajah awas bercampur tegang.
"Oh, tidak. Tidak sama sekali. Para rentenir itu belum tahu tentang tempat ini. Lagipula, ini adalah rumahmu. Kalau sampai mereka datang kemari, masalah baru bagi para cecunguk itu, bukan?" jawab Nadine sambil mengibaskan tangannya setengah tertawa, menghapus raut tegang di wajah Yohan yang kembali menatap wanita dengan kaus putih dan rambut dicepol ke atas itu dengan sebuah senyuman lembut yang menenangkan dada.