“Seminggu.”
“Gue bilang dua minggu kurang.”
Dua manusia di sampingku tampak serius dengan pertaruhan mereka kali ini. Kami bertiga menatap ke depan, melihat Ollie yang sedang sibuk bercanda ria dengan pacar barunya. Aku menarik nafasku, menyenderkan bahu di bangku taman lalu meminum susu coklat yang mulai tidak dingin. Aku mengigit sedotan, sedangkan telingaku masih mendengarkan Mahesa dan Arka mengeluarkan pendapat mereka.
“Menurut lo gimana, Kal?” Arka menyenggol bahuku pelan, dia juga meminum minuman kotaknya. Aku masih belum menjawab pertanyaanya, aku masih diam memikirkan jawaban.
“Yah mungkin… dua minggu kurang.”
Mahesa tersenyum lebar, dia mengacungkan jempolnya, karena secara tidak langsung aku mendukung dia. “Kali ini, cantik, pinter juga, boleh lah.”
Aku memang tidak tahu, perempuan seperti apa pacar Ollie yang sekarang ini;. Tapi, kalau dilihat-lihat, boleh juga.
“Semua mantan Ollie cantik, itu ngak bisa dijadiin alasan.”
Yah, Arka benar, semua mantan Ollie itu cantik. Mana ada yang jelek atau biasa-biasa saja. Mereka pun rata-rata pintar atau setidaknya mempunyai nama di sekolah atau pun di luar sekolah. Tapi, tidak pernah ada pula yang bertahan lama. Terkadang aku penasaran, kenapa Ollie tidak pernah betah dengan pacar-pacarnya yang cantik dan nyaris sempurna itu? Padahal mereka cantik seperti boneka.
Pernah aku bertanya pada Ollie, tapi dia hanya menyungging, lalu aku tanya lagi sampai dia menjawab, tapi jawabannya tetap tidak membuat aku puas. Dia hanya menjawab. “Karna pengen, karna asik, karna gue bosenan, karna ini itu.” Nggak jelas jawabannya.
“Tapi, ngomong-ngomong kenapa kita jadi ngurusin dia sih?” tanyaku sedikit kesal. Aku mendengus lalu menatap mereka berdua.
“Dari pada enggak ada kerjaan.” jawab Mahesa.
“Gue mendingan nggak punya kerjaan deh dari pada ngurusin hubungan Ollie. Mana nggak jelas semua lagi. Kecuali suatu saat nanti Ollie pacaran sama orang yang bener-bener dia suka, baru deh gue mau ikut campur.”
“Kalau gitu lo doa tujuh hari tujuh malam dulu.” kata Arka serius.
Iya, benar. Sepertinya kami harus berdoa tujuh hari tujuh malam untuk Ollie, supaya dia bertobat dan kembali ke jalan yang benar. Habis, ini sudah tahun ke lima dia bertingkah berengsek seperti ini. Dari SMP dia suka sekali mempermainkan hati cewek yang suka padanya. Ollie memang cocok mendapat predikat fuck boy terkampret tahun ini.
“Jadi, taruhan kali ini, dua ratus ribu.”
Arka mengulurkan tangannya, dia menatap Mahesa dengan senyuman merekah. Mereka berdua berjabat tangan di depanku, aku hanya menatap tangan mereka. Melihat tangan yang besar dengan ruas-ruas jemari yang panjang dan terlihat lentik. Iri sekali, tangan mereka cantik, tidak seperti tanganku.
“Siapa pun yang menang, traktir gue.”
***
Aku tidak ingat lagi, bagaimana dan kenapa aku bisa berteman dengan tiga laki-laki itu. Aku, Kalya Serenata Chandini, manusia biasa yang tidak mempunyai kelebihan yang mencolok ini, mempunyai tiga sahabat yang beragam-ragam sifat dan sikapnya.