Perjalanan pulang mereka kali ini cukup berat. Selain harus membawa tas yang penuh dengan perlengkapan, hujan deras disertai angin kencang yang membasahi tubuh, di tambah dengan tanah tandus yang berubah seketika menjadi berlumpur membuat perjalanan mereka jadi lebih sulit.
“Kemarin badai pasir, sekarang badai hujan. Seriously?” Kata Chavali dengan dengan muka yang menghadap ke langit.
“Sulit banget ini mau jalan,” kata Samuel. “Tanah yang tadinya tandus, seketika jadi berlumpur gini. Menghambat perjalanan banget asli.”
“Padahal kalau tanah tandus gini harusnya sulit untuk bisa berubah jadi tanah berlumpur.” Kata Raymond.
“Hujan kali ini memang gak ada kilat atau petir,” kata Shailendra. “Tapi hujan bercampur angin di sertai jalan berlumpur kayak gini emang menyulitkan banget buat jalan.”
“Udah gitu gak ada tempat untuk istirahat lagi, untuk sekedar berteduh.” Kata Raymond.
“Ya Tuhan, ini desa apa gurun pasir yang kena hujan sih,” kata Addara. “Masa desa kayak gini gak ada tempat untuk berteduh sih. Jangankan itu, rumah warga aja gak ada satu pun. Hmm...”
“Kapan sampenya coba ini,” kata Cetta. “Dan juga, ini hujan kok gak ada tanda-tanda bakal reda sih. Perasaan malah makin gede hujannya.”
Iyaa yah kalau dipikir-pikir, desa seperti ini kenapa gak ada rumah warga 1 pun, bahkan tempat untuk berteduh pun gak ada... pikir Tatjana.
“Tjan, lu kenapa diem aja?” Tanya Shailendra. “Lu sakit yah?”
“E...engga kok, gua gak kenapa–napa,” kata Tatjana. “Gua cuma lagi mikir aja, bener kata Dara. Kok di desa seperti ini gak ada satu pun rumah warga dan tempat untuk berteduh. Kalaupun ada itu rumah warga yang tadi pagi, tapi menghilang begitu aja.”
“Itulah kenapa gua memutuskan untuk pulang, karena tempat ini ada yang gak beres.” Kata Shailendra.
“Btw, sekarang jam berapa yah?” Kata Cetta. “Kok rasanya dari tadi kita gak sampe-sampe yah trus lama banget.”
“Jam 3 nih,” kata Luke. “Iya kemarin pas berangkat kayaknya cepet banget deh.”
Tanpa sadar mereka telah berjalan di tempat yang sama untuk berjam-jam. Hingga salah satu dari mereka sadar bahwa mereka masih jalan di dekat hutan.
“Eh kok kita dari tadi masih di deket hutan ini sih?” Kata Chavali.
“Jadi selama ini kita jalan di tempat?” Kata Raymond.
“Pasti ada sesuatu yang kita lewatin dan buat kita tetep jalan di tempat yang sama.” Kata Tatjana.
Mereka semua berhenti sejenak dan berdiskusi bersama di bawah hujan badai yang sangat lebat. Namun saat mereka hendak jalan kembali, tiba-tiba Cetta tidak bisa bergerak dan berjalan. Sebuah lumpur hisap menelannya secara berlahan.
“Dean tolong gua,” teriak Cetta. “Guys.....”
Namun tak satu pun dari mereka yang mendengar suara teriakan Cetta. Telinga mereka bagaikan terbius oleh suara hujan dan angin yang mengalahkan suara Cetta. Hingga akhirnya mereka menyadari bahwa salah satu sahabatnya menghilang. Beruntung jarak mereka tidak terlalu jauh dan tubuh Cetta belum terhisap seutuhnya.
“Cetta mana?” Tanya Hayfa.
Sambil melebarkan pandangannya, mereka sadar bahwa Cetta tertinggal di belakang. Mereka berlari sekuat tenaga untuk menolong Cetta yang semakin lama semakin terhisap oleh lumpur.
“Taa lempar tas lo sekarang.” Kata Luke.
“Ambil tali cepat.” Kata Shailendra.
Dengan sigap semuanya langsung menolong Cetta yang terhisap oleh lumpur hisap. Dengan cekatan Shailendra melempar tali ke arah Cetta dan Cetta berhasil menangkapnya. Dengan bersusah payah, semuanya menarik tali yang terhubung dengan Cetta. Hujan badai bercampur angina juga belum memberikan tanda-tanda akan berhenti. Dengan sekuat tenaga mereka mencoba menarik Cetta dari dalam lumpur dengan kondisi mereka sendiri pun yang harus tetap siaga karena di terjang oleh hujan badai yang disertai angin dan kondisi tanah yang licin. Akhirnya sedikit demi sedikit tubuh Cetta yang terhisap oleh lumpur bisa ditarik ke permukaan.
“Akhirnya keluar juga lu dari sana,” kata Dean. “Berat banget asli.”
“Jadi lo bilang gua gendut gitu Dean?” Kata Cetta yang mengerutkan bibirnya sambil membuang muka.
“Hahaha buka gitu maksud gua Taa.” Kata Dean.
Suasana tegang mencair dan tergantikan oleh semua tertawa mereka di bawah hujan lebat yang menerjang. Tanpa membuang-buang waktu mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari tempat berteduh dan beristirahat.
Hari semakin gelap. Perjalanan mereka masih belum menemukan titik terang. Namun pada akhirnya, perjalanan yang panjang ini membuahkan hasil. Dari kejauhan terlihat sebuah gubuk tua yang tidak terlalu besar namun dapat di gunakan untuk berteduh. Mereka semua berjalan menuju gubuk tua itu untuk beristirahat dan bermalam.
“Hah akhirnya bisa duduk juga,” Kata Chavali.
“Iya nih lumayan juga yah kita jalan jauh banget.” Kata Tatjana.
“Iya bener jauh banget. Dan udaranya juga makin lama makin dingin.” Kata Cetta.
“Langsung buat minuman panas aja deh kita sekarang,” kata Addara sambil mengelap tubuhnya menggunakan handuk kecil. “Gua udah mulai kedinginan.”
“Gila yah, kita jalan dari jam 1 siang sampe jam 5 sore baru nemu saung buat neduh,” kata Samuel. “Padahal tempatnya gak jauh-jauh banget.”
Gubuk tua ini berbentuk persegi . Tidak terlalu besar namun masih bisa digunakan untuk berteduh dan cukup untuk 10 orang. Gubuk ini masih menggunakan jerami kering sebagai atapnya. Rangka bangunannya pun masih menggunakan bambu dan kayu. Tidak ada dinding-dinding jerami yang menutupi gubuk tua ini. Sehingga pada saat dinginnya malam berhembus, tidak ada pembatas yang menghalangi udara dingin itu untuk masuk.
“Kalian langsung ganti baju deh, soalnya dingin banget ini.” Kata Luke.
“Jangan ada yang nengok ke belakang.” Kata Cetta.
Tatjana, Cetta, Chavali dan Addara bergantian untuk mengganti baju mereka. Karena suhu udara di sana saat memasuki malam bisa hingga 0 derajat atau bahkan minus. Sehingga mereka harus tetap menjaga suhu tubuh mereka tetap hangat.
Setelah selesai mengganti pakaiannya, sambil duduk dan mengayunkan kakinya, Chavali berkata, “Di sini kalau malam ternyata dingin banget yah, gak kayak kemarin.”
“Ya iyalah, kemarin kan kita di dalem ruangan,” kata Raymond. “Apalagi sekarang kita di luar trus hujan besar banget dan gak berenti-berenti, ya pastilah dinginnya nambah.”
“Udah gitu kita tadi hujan-hujanan lagi, makin-makin deh dinginnya.” Kata Hayfa.
“Nih minumannya udah jadi, ayo ambil. Biar badan kalian tetep hangat,” kata Tatjana. “Jangan sampai sakit yah kalian.”