Dear darling.
Kau tidak bisa merubah perkataanmu menjadi bait untuk membuatku merasa hidup. Sebab kau berpikir, aku ini tidak hidup dalam pandanganmu atau aku cuma sebuah benda mati yang siap kau remuk kapan pun kau mau. Aku tak akan pernah menyesalinya atau bersedih, aku baik-baik saja.
Aku baik. Dan tenang saja, aku tak akan datang menciummu hanya untuk ucapkan selamat tinggal. Kau bisa pergi sekarang, jangan menunggu lagi. Jangan tunggu kabut hitam di langit berubah menjadi hujan lalu petir menyambarmu, jujur, aku tak ingin melihatmu mati, itu menyedihkan. Aku sangat sayang padamu, tapi, aku sadar akan satu hal, aku hanya tempat pelampiasanmu saja.
Aku sangat yakin ucapanku ini benar dan saat ini, mungkin kau hanya diam bagai orang yang bisu dan tak tahu harus berpikir apa tentang kalimatku itu. Seolah-olah kau terlihat santai bermain dengan perasaanku, sehingga satu-satunya yang bisa kulakukan saat ini, hannyalah tersenyum, meskipun itu sakit. Aku bodoh, aku mudah sekali dipermainkan. Dan sekarang, aku terluka cukup dalam tanpa bisa kurasa. Tubuhku hidup tapi jiwaku mati tenggelam dalam kesakitan hati.
Aku tidak akan pernah melupakan janjimu yang kau ucapkan padaku dulu, kau bilang, “Kau tak akan pernah meninggalkan aku.” Itu katamu, sungguh aku sangat bahagia saat itu, kebahagiaan pertama yang kudapat seumur hidupku. Sekarang, aku terus berpikir kesalahan yang kuperbuat, tapi kurasa, itu tidak membantu. Kau sepertinya sudah sangat bosan dengan tubuh ini yang tak bisa memuaskan hasrat keinginan dagingmu. Aku tahu, aku bukan seperti para jalang yang mahir memberi kepuasan; aku hanya seorang perempuan biasa yang tahunya hanya menyerahkan segalanya, pada orang yang sangat dicintainya, tak lebih.
Aku akui, sudah terlanjur cinta dan sayang padamu tapi, bukan berarti kau bisa seenaknya mencampakkan aku begitu saja, aku punya perasaan, aku punya harga diri; bukan perempuan pemuas nafsu yang bisa kau beli dengan uang. Aku berteriak dalam hati: Aku cintamu! Aku hidupmu! Aku segalanya bagimu! Aku bernapas di depan mulutmu yang penuh dusta itu.
Aku bukan bayangan atau hantu; aku sakit dan aku ingin dipeluk, tapi kau sangat egois, kau hanya mempermainkan perasaanku saja. Percuma aku teriak, percuma aku menangis, tak ada gunanya, aku sudah terlanjur sakit, aku buta, dibutakan oleh cinta, aku sekarat dan pasrah pada kepalsuan. Dan sesungguhnya, kau adalah kesalahan terbesarku yang pernah aku miliki.
Sebelum kau memutuskan untuk pergi, ketahuilah, saat ini aku menangis, namun, air mataku tak mau menetes. Aku hanya tersenyum manis tanpa ada rasa sesal sedikit pun. Aku tahu hatimu pasti bicara, bersedih menatapiku, raga dan jiwamu sebenarnya ingin sekali memelukku tapi, kau terus berusaha memungkiri hal itu sebab aku yakin, kau masih mencintaiku seperti kita bersama dulu.