The Guesthouse

Panji Pratama
Chapter #6

Bab 5 : Persaingan

DENGUNG MUSIK meletup-letup dari kejauhan. Uap air melayang berat, laksana asap putih di kaki pohon pinus. Pesta masih belum usai, padahal kedip fajar mulai timbul di luar hutan. Sesosok bayangan berjalan membungkuk menaiki tangga guesthouse. Sebelah langkahnya digusur laksana membawa beban berat. Mungkin saja, dia mabuk berat dan tidak sanggup menahan berat badannya.

Pintu rumah inap tak dikunci. Dia tidak menyalakan lampu terlebih dahulu. Langkahnya yang berat dihentikan di depan dipan springbed ukuran single. Tubuh itu dilempar terlentang. Bantal dan guling lalu dirapikan agar posisi tidur sempurna. Terakhir, selimut tebal ditarik ke atas sehingga menutupi badan itu secara penuh. Malam itu, pria itu telah menutup mata paling pertama.

***

Dua ekor kenari meloncat-loncat di dahan Buraksa. Kenari yang satu mematuk manja ke sayap pasangannya sambil menciak merdu. Semburat cahaya pagi membelah rimbun pohon Buraksa hingga menusuk kedua paruh burung yang saling mematuk. Pagi yang tenang di hutan Gunung Gede Pangrango.

Sebuah derungan mesin mobil mengaum-ngaum keras dari arah taman dekat parkiran. Raungan kendaraan itu mendesing bising seolah menampar-nampar tetamu yang masih tertidur. Suara mengagetkan itu menimbulkan reaksi nistagmus dari para tamu yang belum sadar benar di atas ranjangnya. Sebagian mereka bangkit dari kamar dengan sengat bau alkohol. Rizal malah langsung berlari ke beranda dan langsung muntah-muntah.

Injakan gas tanpa masuk kopling seumpama alarm bangun tidur. Meski malas-malasan, lelaki dan perempuan yang penasaran dengan suara bising itu lekas mencuci muka dan berkumpul di taman tanpa ganti baju. 

Mereka turun bersamaan. Kecuali Ujang, Si Salesman yang masih enggan bangun. Badannya masih rindu kehangatan selimut tebal yang disediakan guesthouse. Di lain sisi, Endang, sang pengurus penginapan sudah rapi. Pria berjanggut tebal itu sudah sedia untuk menyambut tetamunya di lobi gueshouse.

“Silakan Bapak dan Ibu menikmati dulu sarapan pagi.” Endang mengangkat sebelah tangannya sementara tangan satunya lagi disampirkan ke belakang punggung. “Pasti, Bapak dan Ibu semua, penasaran dengan suara gas mobil tadi. Ya, bisa Anda semua lihat kendaraan inilah yang akan menjadi hadiah utama kita hari ini.”

Tanpa dikomando, delapan orang yang baru bangun itu melongok dari balik jendela lobi ke arah taman parkiran samping lobi. Sebuah Mobil Suzuki APV bercat silver terpampang meminggir. Sepertinya mobil itu baru dibawa barusan, karena sebelumnya tidak ada kendaraan apapun yang diparkir di tempat itu semalaman tadi.

Lihat selengkapnya