Asep melemparkan sebuah tas besar dari belakang bagasi mobil. Kemudian, dia membuka resleting tas dan membuat gerakan seolah mengangguk. Terkadang, kebiasaan pria bertubuh besar itu membuat tetamu berpikiran jelek. Apalagi, karyawan guesthouse itu tidak bisa berbicara. Semakin aneh, ketika dia membuat gerakan-gerakan tubuh kaku. Sesekali juga, cara berjalan pemuda itu agak pincang.
Kedelapan tamu yang setuju melakukan persyaratan undian aneh itu terkesiap. Di dalam tas yang dibawa Asep, terdapat baju seragam training dengan nama-nama mereka di belakang jaket. Sedangkan, di bagian depan jaket, terdapat nomor semacam jaket tim olahraga. Bedanya, jaket itu tanpa emblem dan tidak tertulis nama promotor acara undian itu.
“Maksudmu, kami harus pakai seragam ini. Jadi buat apa dong susah-susah bawa pakaian training olah raga dari rumah? Panitia penyelenggaranya gak profesional nih.” Rizal memanyunkan mulut atasnya, lalu melempar kembali jaket itu ke arah tas.
Bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Rizal, ketujuh orang yang lain langsung memakaikan jaket dan celana training itu dengan segera. Para perempuan bahkan setuju saling menghalangi rekan mereka yang berganti kostum di dalam mobil yang diparkir di tepi lapang. Awal sempat hendak mengintip, hingga Rini dan Merlian mengancam pria berotak mesum itu.
Melihat, orang-orang lain berganti pakaian, Rizal berubah pikiran dengan mengikuti mereka. Akhirnya dalam dua puluh menit kemudian, delapan orang itu sudah berkostum sama.
Langit biru bersepuh awan putih tips semakin terang dengan cuaca yang cerah. Berbeda dengan hari kemarin, siang ini cuaca seakan mendukung perlombaan itu. Meski ada saja tanah yang masih becek di jalan setapak karena belum kering benar.
Rizal akhirnya mau juga memakai seragam training yang disiapkan setelah dirayu oleh Rini. Kedekatan mereka berdua tak pelak menjadi gunjingan peserta lainnya. Awaludin berceloteh jangan-jangan hadiah pun sudah diatur untuk kemenangan mereka berdua. Karena secara kebetulan Rizal dan Rini berada pada tim yang sama.