Udara gunung Gede Pangrango seperti dipasangi air conditioner dengan suhu di bawah 10 derajat celcius. Meski demikian, kenyamanan cuaca terselamatkan oleh adanya sinar matahari langsung tanpa awan tebal. Dua keadaan alam yang saling bertolak belakang. Akhir kemarau di bulan September.
Tak seorang pun yang hadir di tempat itu memakai jam tangan. Meski demikian, arah jatuh bayangan ke sudut 45 derajat ke kiri menandakan waktu sudah hampir dzuhur. Beberapa kali, peserta perempuan mengeluh tidak membawa sunblock. Apalagi Rini. Wajahnya seumpama lilin cair. Pucat dan berminyak.
“Aih. Kita duluan kan, Mas?” Tanya Rini dengan tangan mengibas-ngibas leher.
Rizal tidak langsung menyahut. Pria itu malah mengeluakan ponselnya, sembari berjalan ke sana ke mari mencari sinyal.
“Betul juga tuh si Alija. Gak ada sinyal satu batang pun di sini. Padahal ini di atas gunung.” Keluhnya.
Rini merajuk kesal. Dia meraih tangan Rizal, lalu mencubit gemas. Rizal membalas genit. Beberapa waktu sebelumnya mereka mengeluh anomali cuaca. Lalu mengeluh susah sinyal. Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah lupa kesulitan itu. Lama-lama, peserta lain semakin sebal, menyaksikan keasikan mereka dalam memperlihatkan adegan mesra.
“Prit.” Peluit pertama ditiup.
Tanda kelompok pertama; Rizal dan Rini untuk berangkat.
Mereka enjoy. Keluhan yang tadi mereka omelkan beralih kesenangan. Seolah kini mereka sedang berada di paket kencan agrowisata.
Ada alasan lain mengapa Rizal menginginkan Rini kembali ke pangkuannya. Anggota DPR yang akan dilantik lagi tahun depan itu kini kembali melajang. Empat tahun lamanya, dia kembali menjadi duda. Sehabis menunaikan masa hukumannya karena tersangkut kasus lalu lintas, rumah tangganya porak poranda karena Rizal menjadi pecandu minuman beralkohol. Kariernya sebagai pejabat eselon III di Dinas Pariwisata berubah drastis. Rizal dipecat karena insisipliner. Karena itu pula istri dan anaknya meninggalkannya.
Entah setan apa yang merasuk jiwa Rizal. Lelaki jelang 47 tahun itu hancur lebur setelah Rini meninggalkannya. Karir, istri sahnya, bahkan anaknya ditinggalkannya. Baru dua tahun terakhir, Rizal kembali mendapatkan profesinya kembali. Setelah berhasil menjadi pengurus salah satu partai besar di Kota Sukabumi, Rizal kembali kaya. Akan tetapi, manusia ini tidak mau kembali pada istri dan anaknya. Justru, selama lima tahun itu, penantiannya itu ditujukan demi sang perempuan binal, Rini.