The Guesthouse

Panji Pratama
Chapter #20

Bab 17,5 : Petunjuk-Petunjuk

1. Ujang Nurdin

Malam itu kembali ramai. Para tamu kembali tenggelam dalam pesta. Kembali lupa dengan sekelilingnya. Dua pengurus guesthouse kembali sibuk menyediakan keperluan pesta sambil terus tersenyum ramah. Kecuali, seorang. 

Orang itu adalah Ujang Nurdin, sang sales elektronik, yang keluar dari ruang pesta menuju pepohonan rimbun di belakang aula. Tangannya erat mencekik botol bir. Matanya melotot lebar. 

“Hei, siapa kamu?” ujar pria mabuk itu dengan jemari yang mengucek-ucek mata.

Hening. Sosok itu hanya diam menantang. Sebuah besi runcing seperti alat pemecah es diacungkan olehnya. Dalam sekejap, Asep langsung menyerang Ujang Nurdin.  

Perlahan botol itu terlepas dari tangan kanan Ujang Nurdin. Kedua lututnya menghujam bumi. Tangan kanannya memegang lehernya. Cipratan darah membuyarkan pesta malam itu.  

2. Yeni

“Berikan benda itu!” 

Endih mengambil besi yang dipakai Asep membunuh Ujang. 

Kesumatnya menggelora. Dada dan perut mayat malang itu dibedah. Susu putih dan terigu dari kue mochi diadukan pada darah yang menyembul.

“Uuuuh...” teriak Asep seolah hendak melarang adiknya melakukan itu.

“Diam kau. Aku benci lelaki ini. Dialah yang telah memulai semua ini terjadi.”

Banci itu tertawa. Kemudian menyuruh Asep untuk membaringkan mayat itu di kamarnya sendiri.

“Aku mandi dulu.”

Endih terus saja tertawa subuh itu. 

Setelah membersihkan diri, dia mengambil seekor ular berbisa dan memasukkannya pada kotak makanan Yeni.

“Pada saat pendakian nanti, giliranmu mati oleh serangan ular dari dalam kotak makananmu sendiri.” 

Endih cekikikan dengan tawa seorang perempuan.

3. Dadang

“Tapi, Pak. Menurut peta ini, sepertinya kok lebih dekat jalan sini ya daripada mengikuti jalur pendakian?”

Dadang mengernyit. Sopir angkot itu tidak sadar sedang dijebak Eneng Siti.

“Kamu betul. Ayok kita ambil jalur alternatif.”

Lihat selengkapnya