Banyaknya suara langkahan kaki yang tidak jauh dari keberadaan Viena sekarang, membuat Viena mengambil kesempatan untuk berbuat nekat. Viena turun dari ranjang, kemudian melangkahkan kaki berjalan menuju ke arah pintu kamar.
Viena mencoba memutar knop pintu dari arah kanan maupun ke arah sebaliknya dan mengulanginya berulang-ulang kali, tapi hasilnya sesuai dengan dugaannya. Memang benar dia tidak salah dengar tadi. Suara pintu terkunci tadi sewaktu Brody keluar dari kamarnya memang nyata.
"TOLONG!"
Viena menjerit selama beberapa kali, namun tidak ada balasan apa pun dari luar.
"Tolong! Siapa pun di luar sana ... aku terjebak di sini!"
Suara sekeras apa pun yang Viena keluarkan, tetap tidak dapat membuat Viena dapat ternotis oleh orang-orang di luar sana. Brody sudah memprediksi sejak awal. Brody tahu Viena tidak mungkin hanya diam saja, begitu mendengar keramaian di luar kamar. Brody dengan sengaja menyetel lagu lewat alat pengeras suara yang tersedia di ruang tamu, sehingga tidak ada seorang pun dari kolega Brody yang mendengar teriakan Viena.
Brody hanya merayakan pesta kecil-kecilan, lantaran proyek pengiriman minyak ke depannya sudah dapat dikirim ke luar negeri lewat jalur kapal yang sebelumnya sempat terhenti di tengah jalan. Syukurnya koleganya mau menanggung biaya pajak bersama sesuai dengan kesepakatan yang berlaku di atas kertas hitam dan putih berupa materai, cap, dan tanda tangan di tempat masing-masing. Brody memamerkannya dengan bangga sembari bersulang segelas alkohol dengan kolega-koleganya, tapi suara tadi sudah membuat kesenangan Brody berubah drastis.
Pesta berakhir dengan singkat. Brody beralasan sudah mulai merasa kantuk dan tiba-tiba kurang enak badan. Begitu semua tamu sudah bubar, Mari yang bertugas untuk membersihkan setiap sudut ruangan yang ada di ruang tamu.
Mari sadar raut wajah Brody sudah berubah sejak tadi. Dia hanya diam saja dan tetap bersikap profesional membersihkan sampah yang berserakan di atas meja dan membawanya ke belakang. Sekilas sebelum kepergian Mari ke belakang, dia melihat Brody sudah berbalik meninggalkan ruang tamu dan pergi entah ke mana.
Brody rupanya berdiri di depan pintu kamar Viena. Dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. Brody membuka pintu dan langsung menerobos masuk ke dalam. Tidak lupa dia menutup pintu kamar dengan sebuah bantingan keras.
Suara Viena sudah hampir habis berkat teriakannya tadi. Setelah lelah dia memilih untuk berbaring kembali di atas kasur. Sebenarnya dalam hatinya sudah merasa ketar-ketir. Dia takut Brody mendatanginya dan apa yang dipikirkannya tadi benar-benar terjadi sekarang.
Brody melangkahkan kaki lebar menuju ke tepi ranjang, kemudian dengan segera dia naik ke atas kasur dan langsung mencengkram dagu Viena.