Brody mulai merasa jauh lebih rileks, meski suasana hatinya masih sering berubah-ubah. Brody kini nyaris seperti maling yang takut ketahuan. Bagaimana tidak? Sebelum masuk ke dalam kamar Viena, dia mengintip terlebih dahulu suasana di dalam ruangan melalui celah pintu yang sengaja dibuka sedikit olehnya, lalu berusaha hanya mengeluarkan sedikit bunyi untuk membuka pintu kamar dan masuk ke dalam dengan langkah pelan.
Kali ini Viena tidur menyamping. Diam-diam Brody menyentuh pelan hidung, kemudian turun ke bentuk bibir Viena. Sebuah senyuman terukir di bibir Brody. Suasana hatinya menjadi lebih baik. Tidak sia-sia dia bangun jauh lebih awal dari perkiraannya. Padahal di luar vila masih terlihat begitu gelap.
Di dalam ruangan kamar Viena sendiri minim dengan cahaya dan hanya mengandalkan sebuah lampu kecil berwarna kuning sebagai penerang. Bayangan sosok Brody terlihat dalam kegelapan. Tatapan sepasang mata Brody tetap tertuju ke wajah Viena. Entah sudah berapa lama dia berada pada posisi yang sama, namun Viena tidak kunjung bangun.
Brody memundurkan tubuhnya, kemudian berjalan ke arah pintu kamar. Dia berbalik sekilas untuk melihat Viena. Setelah itu Brody keluar dari kamar dan pergi memasak di dapur. Dia menyiapkan sarapan untuk Viena dan meletakkan hasil masakannya di atas meja yang ada di kamar Viena.
Brody cukup ahli dalam memasak, hingga setiap Viena mencicipi makanan dari Brody, Viena mampu menghabiskan hampir tidak bersisa. Akan tetapi, bukan berarti masakan Mari tidak enak. Entah mengapa rasanya pas untuk menggugah selera makan Viena.
Viena terbangun dari tidurnya, begitu mencium harumnya aroma dari masakan Brody. Brody sendiri tengah duduk di atas kursi sambil memencet ponselnya. Brody menyadari Viena sudah bangun, lantaran sesekali dia terus melirik ke tempat Viena. Brody langsung menghentikan aktivitasnya, kemudian meletakkan ponselnya di atas meja di sampingnya, bangkit dari kursi, dan berjalan ke tempat Viena dengan membawa nampan yang berisi makanan dan minuman untuk Viena.
Meski sudah empat hari berlalu, sikap Brody masih tetap sama selama itu, Viena masih tetap merasa bingung dengan diri Brody. Viena selalu merasa curiga dengan Brody dan menganggap Brody berlaku baik ke dirinya pasti ada maunya.
Brody meninggalkan Viena sendiri di dalam kamar, usai melihat Viena sudah mulai mengunyah makanan di depannya.
Viena yang baru selesai makan mencoba untuk bangkit dari kasur. Perlahan tapi pasti Viena sudah dapat berdiri dengan benar, namun rasa sakit pada telapak kakinya masih terasa. Setidaknya Viena sudah mampu berdiri dan perlahan dia berjalan dengan sedikit memiringkan kakinya agar tidak tersenggol luka pada telapak kakinya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan di sana sosok Brody muncul. Viena langsung berhenti di tempat. Brody datang menghampiri Viena dan mengatakan sesuatu yang membuat Viena jengkel.
"Sudah bisa jalan? Aku kira kamu sudah tidak bisa apa-apa."
Terdengar seperti sebuah ejekan bagi Viena. Padahal sebenarnya Brody tidak berniat seperti itu, namun begitu Brody melihat Viena sudah bisa berdiri dan berjalan melewati depan kasur, refleks Brody mengatakan hal yang kurang berkenan.