Viena mencoba berusaha kabur dari Brody, namun hanya dengan kekuatan dari Viena sendiri, dia tidak mampu terlepas begitu saja dari pegangan Brody pada tangannya. Tanpa aba-aba Brody sudah langsung menggendong Viena dan menghempaskan Viena di atas kasur dalam sekali hentakan.
Jantung Viena hampir copot, hingga dia sempat bengong sesaat. Brody yang melihat Viena hanya diam saja, dia pun langsung duduk di atas kasur dan mencoba menepuk pipi Viena. Merasa tidak mempan, Brody lantas memajukan wajahnya. Percobaan Brody berhasil, karena refleks Viena sudah memalingkan wajah ke arah lain. Brody langsung terkekeh melihat respon Viena.
Brody menyentuh pelan dahi Viena dengan jari telunjuknya, kemudian perlahan turun ke hidung, melewati bibir, dan yang terakhir dia memegang pipi Viena dengan lembut, hingga mau tidak mau Viena jadi harus melihat wajah Brody.
Brody memandang Viena dengan tatapan hangat, disertai dengan senyuman tulus. “Aku senang, kamu memilih untuk tetap bersama denganku,” ungkap Brody, sesuai dengan isi hatinya saat ini.
Perasaan yang diutarakan Brody sudah tersampaikan dengan baik. Viena dapat merasakan ketulusan dari ucapan Brody. Akan tetapi, Viena tidak tahu harus merespon seperti apa. Viena memutuskan untuk diam saja.
Brody mengerti Viena tidak mungkin merespon perasaannya. Brody tersenyum singkat. Lebih menuju ke arah kecewa, tapi Brody berusaha untuk bersikap sewajarnya. Brody kemudian mengecup pipi Viena sekali, lalu melepaskan pegangannya dari pipi Viena.
“Tidurlah. Sudah malam.”
Brody langsung menghindar dan beranjak dari kasur. Dia memilih untuk berjalan ke tempat tidur yang biasa ditempatinya dan berbaring di sana. Dia membiarkan Viena berdiam diri dan bergelut dengan pikirannya sendiri. Meski tidak lama kemudian Brody bisa merasakan pergerakan dari Viena, namun dia berpura-pura tidak merasakan apa-apa dan mencoba menutup kedua matanya, hingga dia tertidur dengan sendirinya.
Beberapa jam sudah berlalu, tapi Viena tidak dapat tidur. Padahal Viena tahu sudah sejak tadi Brody sudah terlelap di sampingnya, namun dia sendiri tetap tidak kunjung mengantuk. Pikiran Viena terus tertuju ke Chiko. Dia terus merasa bersalah karena tidak dapat menjaga diri dari Brody, hingga dia dan Brody malah melakukan hal yang tidak seharusnya.
Fokus Viena sepenuhnya teralihkan dan tertuju ke pintu kamar yang baru dibuka oleh Chiko. Viena sangat terkejut, hingga dia langsung melihat ke arah Brody. Dia melihat Brody tidak bergerak sama sekali–yang menandakan Brody masih terlelap.
Viena melakukan pergerakan sepelan mungkin agar Brody tidak terbangun. Viena turun dari ranjang dan berjalan perlahan menuju ke tempat di mana Chiko sedang menunggu kedatangannya.
Begitu Viena sudah berada di depan Chiko, dia langsung mendorong Chiko keluar dari kamar. Sembari menutup pintu kamar, Viena terus melihat ke tempat Brody, hingga pintu kamar di depannya sudah tertutup rapat.
Viena langsung menoleh ke arah Chiko. “Kak, apakah Kakak sudah gila? Gimana kalau tadi dia terbangun?”
Suara yang Viena keluarkan nyaris seperti bisikan, namun masih dapat terdengar sampai ke telinga Chiko.
Chiko langsung memegang erat tangan Viena. “Ayo, kita pergi dari sini. Kucek tadi pintu utama tidak terkunci.”