Di suatu tempat yang lain terlihat gelap dan hanya mengandalkan cahaya lampu kerlap-kerlip mengisi seluruh area lobi yang ada di sebuah gedung mewah. Setiap orang yang berada di area ruangan yang begitu luas, mereka semua di dalam sana tengah saling meramaikan acara dengan goyangan dan tarian acak sesuai dengan alunan musik keras dan menggema sampai ke seluruh ruangan.
Salah satu di antara sekian banyaknya campuran para pria dan wanita yang berpakaian seksi dan santai, terlihat seorang pria sedang membuat keributan di tengah-tengah kesenangan yang lain. Suara kegaduhan semakin mengisi seluruh area, begitu suara musik dihentikan secara tiba-tiba oleh pemusik yang berdiri di atas panggung.
Kericuhan mulai terjadi, begitu seorang pria paruh baya dengan sengaja memukul bartender dengan sebuah botol alkohol sampai kepala bartender berdarah. Para pelanggan yang berada di sekitar lantas menjerit histeris dan langsung kabur, hingga kekacauan mulai terjadi dan membuat sosok kedua pria berbadan tegap dan tinggi yang tengah berjaga di sekitar langsung mendatangi pria paruh baya itu. Mereka masing-masing memegang bahunya dan langsung mendorongnya keluar dari gedung secara tidak hormat.
“Woi! Jangan main dorong-dorong seperti ini! Kalian tidak tahu siapa aku? Hah?!”
“Silahkan pergi dari sini dan jangan kembali lagi,” ucap salah satu petugas keamanan di sana.
“HUH!!” dengus pria paruh baya itu sembari mengacak-acak secara kasar rambutnya, kemudian menepuk-nepuk bagian tubuhnya yang ia rasa terkena bekas pegangan dari petugas keamanan barusan. Setelahnya, dia langsung berjalan pergi dari lokasi menuju ke arah jalanan.
Pria paruh baya itu menyeberangi jalan sendirian, kemudian berjalan sedikit lebih jauh lewat pinggiran dan tidak lama kemudian dia berbelok ke kiri. Dia memasuki gang yang sekitarnya terlihat gelap dan sepi. Tiba-tiba di tengah jalan dia merasa seperti ada langkahan kaki orang lain selain dirinya. Begitu dia berbalik, dia tidak dapat menemukan siapa pun di sekitar. Dia mengernyitkan dahi, kemudian kembali berjalan dan kali ini langkahan kakinya menjadi lebih cepat dari sebelumnya.
Dari arah belakang, tiba-tiba tubuh pria paruh baya itu langsung ditusuk oleh seseorang dengan sebuah pisau. Sebuah bisikan terdengar di telinganya, “Matilah dengan tenang, Pak Bram,” sebelum akhirnya dia terkapar di tanah dengan darah mengalir deras dari bagian belakang tubuhnya menembus sampai ke tubuh bagian depan.
“Ka–kamu …”
Pria berpakaian serba hitam dengan masker hitam menutupi separuh wajahnya, kini berada tepat di depan Bram yang sedang meregang nyawa.
“Aku hanya mengikuti perintah dari bos. Salahmu sendiri karena tidak dapat membayar hutangmu dengan benar.”
Tusukan kedua kembali tiba. Pria itu langsung menusuk Bram tanpa ampun, hingga Bram semakin kehilangan banyak darah dan pada akhirnya Bram menutup kedua matanya.
Pria itu memastikan terlebih dulu melalui hidung Bram, kemudian dia langsung meninggalkan Bram begitu saja di tempat. Tanpa peduli dengan hidup dan matinya Bram.
Sementara di kediaman Brody sendiri, Brody tampak tengah merawat Viena dengan baik dan terus menemani Viena selama beberapa hari ini.
Akhir-akhir ini Brody sangat takut Viena terguncang. Dia berusaha menjaga agar suasana hati Viena tetap baik, sekaligus turut menjaga kondisi kesehatan dan gizi Viena beserta dengan bayi yang ada dalam kandungan Viena.
“Sudah baikan?” tanya Brody dengan raut wajah khawatir.
Viena hanya membalas Brody dengan sebuah anggukan. Brody memapah Viena dengan perlahan masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba terdengar suara nada dering bawaan dari ponsel yang asalnya dari dalam saku celana Brody. Brody langsung mengambil ponselnya dari dalam sana dan menerima panggilan telepon dari seseorang di seberang sana.