“Han, uang hasil bazaar kemarin gimana? Udah lo itung?” tanya si Ketos cakep, sebut saja namanya Tara Leksana, panggilannya Tara.
Gidantara Luhariksan atau Luhan, selaku bendahara satu di OSIS ini mengeluarkan satu map amplop coklat muda berisi uang yang dimaksud Tara, “udah bro, lumayan banget hasilnya malah.”
“Oh, ya? Berapa?” kalau ini yang tanya namanya Dirgalaksi Rembulan, akrab disapa Dirga, seorang Waketos yang galak banget kalau sudah marah. Tapi biar begitu, Dirga nggak pernah lalai tugasnya selaku Wakil Ketua OSIS.
Luhan menengok ke arah partnernya, si bendahara dua, lalu tersenyum sambil ngangkat-ngangkat alisnya. Bendahara kedua, yang ini namanya Jun Reidarhan atau Reihan, adik kelas mereka yang gabung juga ke dalam OSIS.
Reihan hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh, lalu Luhan menengok ke arah Tara, “4 juta setengah ditambah hasil penjualan tiket basket yang laris manis, total semuanya jadi 6 juta.” Dan detik selanjutnya semua anggota di ruangan rapat kaget bukan main, termasuk Stella.
Tara bertepuk tangan, “mantap abis mah lo, Han! Oh iya, urusan panggung sama perlengkapan lampu sorot, alat musik plus kursi penonton udah siap?” Tara menolehkan atensinya ke arah tiga anggota bagian perlengkapan; Stella, Yudan Argentara atau Yudan, dan Hardinta Salaksa atau Harsa, adik kelas dan satu angkatan sama Reihan juga Stella.
Stella mengangguk, diikuti Yudan dan Harsa membentuk jarinya menjadi simbol OK, “beres lengkap, udah dianter juga ke tempatnya, cuma tinggal gotong aja ke atas panggung. Masalahnya dari kita yang berotot cuma Kak Yudan, gue sama Stella mah ibarat kue lemper doang.”
Dirga di sisi lain yang sedang mengecek dan nyentangin list kebutuhan program mereka hanya menggumam, “minta Jonathan sama Jeff aja tuh, tugas marketing mereka udah kelar, ditambah gunung otot mereka lebih gede dari Yudan.”
Jonathan Bengsawan dan Jeffarsan Semesta, yang biasa disebut Dirga anak marketing. Sebenarnya bukan marketing juga, mereka berdua adalah anggota yang bertugas untuk promosi program keseluruh murid di sekolah, jadi jatuhnya seperti anak marketing, ditambah mereka selalu sukses membawa program OSIS berjalan dengan lancar.
Yudan langsung menengok dan menunjuk Dirga dengan tatapan sinis, “heh situ ngaca kali, Ga! Elo otot aja masih kaya ban kempes daripada gue.”
“Nggak denger gue lagi nulis.”
Yah, memang tak jarang mereka saling bergurau selama rapat, tapi bukan berarti tugasnya juga nggak bener. Biar begitu, OSIS di sekolah mereka nggak pernah mengecewakan pihak sekolah.
---
Jarum jam konstan berputar pada porosnya, tak terasa sekarang sudah jam 4 sore selama mereka menjalankan rapat.
“Oke, untuk rapat kegiatan akhir tahun sekolah sampai sini dulu. Gue akan mimpin doa, doa mulai.” Tutup Tara dan seluruh penghuni ruangan hening sejenak untuk melipat tangannya dan berdoa.
“Berdoa selesai. Makasih semuanya, kalian boleh pulang!” Semuanya langsung beranjak dari kursi dan berkemas, lalu menenteng tas masing-masing dan berpamitan pada Tara. Hingga beberapa menit akhirnya Dirga pamit kepada Tara dan Stella yang tersisa di ruangan ini, “Ra, La, gue pulang dulu, ya.” ujarnya sambil menepuk pundak sohibnya dan melambai ke arah Stella. “Yoi, hati-hati. Makasih buat hari ini, Ga.”
Finalnya, tersisa Tara dan adik kelasnya yakni si gadis, Stella. Si hawa sendiri belum ingin pulang karena jatuhnya dia akan bosan di apartemennya, ditambah dia nggak ada uang untuk pesan ojol.
Hingga akhirnya sang pujaan hati bertanya, “La, lo belom dijemput? Mau bareng? Tapi gue bawanya motor.”