Aku berlari menaiki tangga ke lantai dua. “Joli… hati-hati… jangan lari!” ibu berteriak dari bawah. Kulambatkan langkahku. Ibu dan bapak sedang membongkar-bongkar kardus. Sebuah rumah baru bagiku adalah sebuah pengalaman yang mendebarkan. Setelah lulus SD masuk SMP, semua akan menjadi serba baru. Aku sudah tak sabar menjalani semuanya. Juga tak sabar untuk masuk ke kamar baruku. Kutarik sebuah kursi ke depan jendela kamar yang sudah terbuka. Aku duduk di atasnya memandang keluar jendela. Kubuka buku kumpulan puisiku di lembar terakhir yang masih kosong. Lembar yang masih bersih memantulkan sinar yang jatuh di rajutan seratnya. Ujung penaku sudah menyentuh permukaan putihnya dan kata demi kata mengalir ke ujung jariku.
Wahai bukit di belakang rumahku
Ijinkan kusapa pohon di puncakmu
Biar kucumbu batangnya yang bercabang tiga
Dia yang bak anak kecil saat telah siang
Girang mengepak angin
Terbangkan awan bergumpal
Mengundang di tangannya burung seberang
Malam dia adalah ibu yang pilu
Terpekur pada bintang
Berbisik pada gelap semak
Tentang anaknya yang tercerabut
Seraya pintu terkuak bedah batangnya
Tumpahkan cahaya