“Menurutku sebaiknya dia tidak membawa mo bil, itu saja,” kata kakak ipar Eleanor dengan keras kepala.
“Mobil itu juga sebagian milikku,” kata Eleanor. “Aku ikut patungan membelinya.”
“Menurutku sebaiknya dia tidak membawanya, itu saja,” si kakak-ipar memohon kepada istrinya. “Tak adil rasanya kalau dia bisa menggunakannya sepanjang musim panas, sementara kita tidak.”
“Carrie menggunakannya sepanjang waktu, semen tara aku bahkan tak pernah mengeluarkannya dari garasi,” sahut Eleanor. “Lagi pula, kalian akan meng habiskan musim panas di pegunungan, dan kalian tidak bisa menggunakan mobil itu di sana. Carrie, kau tahu kau tak akan bisa menggunakan mobil itu di pegunungan.”
“Tapi, bagaimana kalau Linnie kecil yang malang jatuh sakit atau semacamnya? Dan kami butuh mobil untuk membawanya ke dokter?”
“Mobil itu sebagian milikku,” kata Eleanor. “Aku bermaksud membawanya.”
“Bagaimana kalau Carrie yang sakit? Andai kami tak bisa memanggil dokter dan harus membawanya ke rumah sakit?”
“Aku mau mobil itu. Aku akan membawanya.” “Kurasa tidak.” Carrie berbicara dengan perlahan, berhati-hati. “Kami tidak tahu ke mana kau akan pergi, bukan? Kau tak pernah mengungkap banyak tentang semua ini kepada kami, bukan? Kurasa aku tak punya alasan untuk meminjamimu mobilku.”
“Sebagian milikku.”
“Tidak,” kata Carrie. “Tidak boleh.”
“Benar.” Kakak-ipar Eleanor mengangguk. “Kami membutuhkannya, seperti yang Carrie bilang.”
Carrie tersenyum tipis. “Aku tak akan pernah me maafkan diriku, Eleanor, jika aku meminjamimu mobil itu dan terjadi sesuatu. Bagaimana kami tahu kami bisa memercayai doktor itu? Lagi pula, kau kan masih mu da, Eleanor, dan mobil itu lumayan mahal.”