Udara di lantai eksekutif Veridian Group terasa dingin, bersih, dan mahal, seperti aroma parfum Jordan Veridian yang selalu menguar tipis. Bagiku, udara itu juga berbau busuk, bau kekayaan yang dibangun di atas kebohongan.
Aku sedang tergesa-gesa. Berkas-berkas di tanganku yang berisi data sampah untuk menutupi rencanaku jatuh berantakan saat aku berbelok di koridor kaca. Sial. Rencana awalku adalah menghilang ke bilik kantor, bukan menarik perhatian.
Tiba-tiba, bayangan tinggi menjulang di depanku. Aroma mahal itu kini begitu dekat hingga membuatku menahan napas. Aku tahu siapa itu bahkan sebelum mendongak.
Jordan Veridian.
Pewaris itu membungkuk, dengan mudah mengambil beberapa lembar kertas yang jatuh di kakinya. Gerakannya sangat sederhana, tanpa emosi, seperti mesin yang sempurna.
"Lain kali, nona," suara Jordan rendah dan bergetar di tulang telingaku, "pastikan kau memegang apa yang kau bawa. Waktu di lantai ini sangat mahal."
Aku mendongak. Mataku bertemu langsung dengan obsidian Jordan. Dingin, menghakimi, dan mematikan. Aku harus menjaga tatapanku tetap tenang.
"Maaf, Tuan Jo," balasku dengan nada datar, suaraku sedikit serak karena panik. Aku segera merebut kembali berkas itu.
Jordan tidak segera melepaskan. Jari-jari kami bersentuhan pada tepi kertas yang kaku. Sentuhan itu singkat, tetapi cukup untuk mengirimkan listrik aneh dari tanganku hingga ke bahunya. Jordan Veridian yang terkenal tidak pernah menyentuh siapa pun lebih dari yang diperlukan.
"Kau baru?" tanya Jordan, tanpa mengubah ekspresi datarnya. Namun, aku melihat ada sesuatu di balik mata itu, seperti penilaian yang tajam, seperti predator yang mengukur mangsanya.
"Saya Asisten Proyek baru di divisi M&A. Nama saya Stella." Aku menyebut nama depanku dengan keyakinan yang dingin.
Jordan mengangguk lambat, tatapannya menyapuku dari ujung kaki hingga rambutku yang diikat rapi. Itu bukan pandangan genit; itu adalah inspeksi.
"Pastikan kau berharga, Nona Stella," kata Jordan sebelum berbalik. "Kami tidak membayar orang di sini hanya untuk mengacaukan koridor."
Lalu, Jordan pergi, meninggalkanku berdiri terpaku. Aku sudah berhasil mendekati target. Hanya saja, reaksi fisikku terhadap Jordan barusan adalah anomali yang berbahaya.
Dingin, Jordan. Dingin. Tapi mengapa sentuhan singkat itu terasa seperti peringatan?
Aku berhasil kembali ke mejaku, jantungku masih berdebar kencang karena pertemuan tak terduga dengan Jordan. Aku memarahi diriku sendiri; aku datang ke sini untuk balas dendam, bukan untuk chemistry yang tidak profesional.
Ponsel di meja kerjaku berdering. Nama atasan muncul di layar, tetapi yang aku dengar di ujung telepon adalah suara asisten Jordan.
"Nona Stella? Tuan Jordan Veridian meminta Anda untuk segera datang ke ruangannya. Sekarang juga."
Aku terkejut. Ruangan Jordan di puncak menara? Mengapa secepat ini? Aku baru bertemu pria itu lima menit yang lalu. Apakah aku sudah dicurigai? Apakah Jordan melihat sesuatu di mataku?
Dengan langkah yang disengaja agar terlihat tenang, aku naik lift pribadi menuju kantor Jordan. Semakin tinggi lift itu naik, semakin jauh aku merasa dari diri Stella yang asli, dan semakin dekat dengan api yang aku ingin nyalakan.