The Hero Commander I - (Ghost of Fluoran)

Eternity Universe
Chapter #31

CHAPTER 29 : Duel Ratu Kebengisan

Chinua berdiri tegak, jemarinya menggenggam erat gagang pedang peraknya. Tatapan tajamnya terkunci pada Urara, lawannya yang sudah siap dengan dua bilah belatinya di tangan. Gaun hitam tradisional yang dikenakannya berkibar tertiup angin, namun tubuhnya tetap kokoh seperti batu, siap menghadapi serangan yang akan datang.

Tanpa aba-aba, Urara melesat maju dengan kecepatan luar biasa. Ia mengayunkan belati ke arah leher Chinua, serangan yang cepat dan mematikan. Chinua segera mengangkat pedangnya dalam posisi bertahan, menangkis serangan dengan kekuatan penuh. Percikan logam beradu memenuhi udara.

Urara tak memberi waktu untuk bernapas. Ia memutar tubuhnya, mengayunkan belati ke sisi kanan Chinua, lalu dengan gesit berputar ke kiri untuk menyerang bagian samping. Chinua mundur selangkah, menangkis setiap serangan dengan teknik yang terlatih. Ia mengamati pola serangan lawan, mencari celah di antara gerakan yang cepat dan agresif itu.

Saat belati Urara datang dari bawah, Chinua melompat ke samping, lalu membalas dengan tebasan horizontal. Urara merunduk dan memanfaatkan jarak dekat itu untuk menancapkan salah satu belatinya ke bahu Chinua. Namun, Chinua lebih cepat. Ia memutar tubuhnya, membiarkan belati hanya menggores pakaiannya sebelum ia membalas dengan tendangan lurus ke perut Urara.

Urara terdorong ke belakang, namun segera menstabilkan posisinya. Napasnya memburu, tapi matanya tetap penuh determinasi. Tanpa ragu, ia berlari kembali, kali ini dengan langkah lebih ringan, mengubah ritme serangannya. Ia melompat dan berputar di udara, mengayunkan kedua belatinya secara diagonal, memaksa Chinua bertahan dengan kedua tangan.

"Gelombang Sirna!"

Chinua meneriakkan jurusnya sambil mengayunkan pedang peraknya dalam gerakan memutar. Angin tajam tercipta dari setiap tebasannya, membentuk gelombang tekanan yang memaksa Urara mundur. Namun, Urara tidak gentar. Ia memanfaatkan kecepatan kakinya untuk menari di antara celah serangan, mendekati Chinua dengan langkah yang sulit diprediksi.

Saat Urara hampir berhasil menembus pertahanan Chinua, pendekar wanita itu mengubah strategi. Alih-alih mundur, ia justru maju, melangkah ke dalam zona serangan Urara. Dengan gerakan cepat, ia menangkis satu belati dan memutar pedangnya ke arah leher lawan.

Urara tersentak. Ia berusaha menghindar, namun gerakan Chinua terlalu presisi. Dalam satu tebasan cepat, pedang perak itu meluncur dan menebas leher Urara. Darah menyembur di udara saat kepala lawannya terjatuh, tubuhnya ambruk ke tanah dengan suara berat.

Chinua tetap berdiri, matanya tak beranjak dari tubuh Urara yang terkapar. Napasnya berat, tapi tubuhnya masih dalam kondisi siap tempur. Meski pertarungan tampak berakhir, ia tak langsung menurunkan pedangnya. Ia tahu betul bahwa seorang lawan seperti Urara mungkin masih menyimpan kejutan terakhir.

Sebuah kejadian tak terduga terjadi, tubuh Urara tiba-tiba berubah menjadi asap hitam pekat, menyelimuti udara sebelum menghilang sepenuhnya. Chinua mengerutkan kening, matanya bergerak tajam, mencari keberadaan lawannya.

"Hahaha!! Kau pikir kau sudah menghabisiku? Huh! Aku tidak akan mati semudah itu," suara Urara terdengar dari atas.

Chinua mendongak. Di atas dahan pohon, Urara duduk santai dengan kaki terayun-ayun, menatapnya dengan tatapan penuh kepuasan.

"Teknik sihir?" Chinua mendecakkan lidah, mencengkeram gagang pedangnya lebih erat. "Kau mencemari pertarungan yang seharusnya adil bagi para pendekar."

"Nona, di dunia ini tidak ada yang namanya pertarungan adil," Urara menyeringai. "Asalkan masih ada peluang untuk menang, aku akan menggunakan cara apa pun. Hanya orang naif yang masih terikat dengan konsep keadilan saat niat mereka adalah membunuh."

Chinua tetap diam, matanya menyipit tajam. Sorot matanya seakan membawa kembali masa lalu yang telah lama ia tinggalkan.

"Baiklah, mari kita akhiri ini," ujar Urara dingin.

Dalam sekejap, tubuhnya lenyap dari dahan pohon. Chinua segera mengangkat pedangnya, berjaga.

'TING!'

Benturan logam terdengar saat belati Urara menghantam pedangnya dari samping. Chinua menahan dorongan itu, lalu dengan cepat memutar tubuh untuk membalas, namun Urara telah melompat mundur.

'TRANG!'

Serangan berikutnya datang dari belakang. Chinua berputar cepat dan menangkisnya lagi. Urara menghilang dalam bayangan dan muncul kembali dari berbagai sudut, menyerang dengan kecepatan luar biasa. Serangan demi serangan terus dilancarkan, memaksa Chinua tetap dalam posisi bertahan.

Tiba-tiba, tujuh bayangan Urara muncul, mengepung Chinua dari segala arah.

Chinua segera mengatur napasnya, fokus pada setiap gerakan lawan. Saat bayangan pertama meluncurkan serangan, ia memutar tubuhnya, menangkis belati yang mengarah ke lehernya. Dengan cepat, ia menunduk untuk menghindari serangan dari sisi kanan, lalu mundur selangkah untuk menjauh dari serangan lainnya.

Lihat selengkapnya