The Hero Commander I - (Ghost of Fluoran)

Eternity Universe
Chapter #36

CHAPTER 34 : Kenangan Akhir

Hamparan kebun bunga merekah dalam kehangatan senja, kelopaknya melambai lembut diterpa angin. Di tengah lautan warna-warni itu, seorang gadis berambut perak berdiri, jemarinya yang rapuh menggenggam setangkai bunga merah. Cahaya senja memantulkan sinar lembut di matanya yang berbinar, penuh dengan rasa kagum.

"Lihatlah, Fer," suaranya mengalun seperti nyanyian lembut angin, "bunga ini begitu cantik."

Di sisi lain, seorang remaja laki-laki bersedekap dengan ekspresi malas. "Hmph, itu cuma tanaman," sahutnya ketus.

Elaina menoleh, tatapannya tak kehilangan kelembutan. "Ferhat, coba lihat lebih dalam. Bunga ini mungkin hanya tanaman tanpa nilai, tapi setiap kehidupan memiliki keindahannya sendiri."

Leonard mengangkat alis, separuh penasaran, separuh jengah. "Dari mana kau belajar kata-kata seperti itu?"

Elaina menyeringai kecil, menjulurkan lidahnya. "Dari ibuku, theek~."

Leonard mendesah, matanya menyapu ke arah langit yang perlahan berubah warna. "Kau tahu orang tuamu melarangmu keluar rumah, kan? Penyakitmu bisa kambuh kapan saja."

Elaina tersenyum, tapi di balik senyum itu ada sesuatu yang samar, sesuatu yang sulit ditebak. "Jangan khawatir, Fer. Aku hanya ingin menikmati waktu berharga ini bersamamu."

Pipi Leonard memanas, jantungnya berdetak lebih cepat. "K-kau... Jangan menggoda seperti itu!"

Elaina terkekeh pelan, lalu membiarkan angin membawa langkahnya menuju tepi kebun. Matanya menatap matahari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Siluetnya tampak begitu rapuh di bawah semburat jingga senja.

"Ferhat," bisiknya, suaranya seakan menyatu dengan angin. "Menurutmu, berapa lama lagi aku bisa hidup?"

Pertanyaan itu seperti jarum halus yang menusuk dada Leonard. "Kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?" tanyanya, suaranya lebih pelan dari sebelumnya.

Elaina tertawa kecil, tapi kali ini ada nada getir di dalamnya. "Tabib bilang usiaku tak akan lama lagi. Bagaimana kalau kita bertaruh?"

Leonard menegang. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Ia ingin menyangkal, ingin berteriak bahwa Elaina akan baik-baik saja. Namun, di dalam lubuk hatinya, ketakutan itu nyata.

"Jangan berkata seperti itu, Elaina." Suaranya mengeras, tekad terpahat dalam sorot matanya. "Aku yakin kau akan bertahan! Jika kau mencapai usia dewasa, aku bersumpah akan menikahimu!"

Elaina terkejut, matanya membesar sebelum perlahan berembun. Pipinya memerah, dan bibirnya sedikit bergetar. Ia berbalik, menatap pemuda di hadapannya yang kini berdiri dengan penuh keyakinan.

"Heee... Apa ini? Itu... bukankah itu sama saja dengan lamaran?" tanyanya, menundukkan wajah dan memainkan jari telunjuknya.

Leonard menggigit bibirnya, lalu menunduk sejenak sebelum mengangkat kepalanya dengan penuh keyakinan. "Ya," katanya, suaranya mantap.

Ia kemudian bersimpuh di hadapan Elaina, meraih tangannya dengan penuh kelembutan. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang penuh makna.

"Elaina," ucapnya, setiap kata mengandung kesungguhan yang tak terbantahkan. "Aku ulangi.. maukah kau menikah denganku saat kita sama-sama tumbuh dewasa?"

Air mata jatuh perlahan dari sudut mata Elaina. Dadanya sesak oleh haru, oleh kebahagiaan yang tak ia sangka akan ia rasakan di tengah keterbatasannya.

"Iya..." suaranya bergetar. "Iya, Ferhat. Aku menerima lamaranmu."

Seakan ingin mengabadikan momen ini, Leonard mengangkat tangan kirinya, menggenggam udara kosong dan meramalkan mantra singkat. Dalam sekejap, kilauan sihir membentuk sebuah cincin berlian yang berpendar dalam cahaya senja.

"Inilah bukti janjiku," katanya lirih, sebelum menyematkan cincin itu ke jari manis Elaina.

Elaina menatap cincin itu dengan mata berkaca-kaca. Jemarinya menyentuhnya dengan hati-hati, seolah takut itu hanya ilusi.

"Terima kasih, Ferhat," bisiknya penuh rasa syukur. "Kau ksatria ku... Ksatria yang selalu ada di sisiku."

Ia melangkah ke depan, memeluk Leonard dengan erat, merasakan detak jantungnya yang seirama dengan miliknya. Di bawah langit senja yang perlahan menggelap, mereka berbagi ciuman yang lembut, sebuah janji yang terukir di antara dua hati yang saling mencintai.

***

Lihat selengkapnya