Dengan refleks luar biasa, pria bertopeng itu mengangkat pedangnya, menangkis peluru yang melesat ke arahnya.
'TING!!'
Percikan api memancar saat logam bertemu logam, sementara suara tembakan bergema di antara bayang-bayang malam. Aku sedikit mengernyit, bukan karena terkejut, tapi lebih kepada kekaguman. Dia menangkis peluru dengan mudah, seolah itu hanya gangguan sepele. Namun, mengingat kecepatan dan presisi gerakannya dalam pertarungan tadi, hal ini seharusnya tak mengejutkanku.
Pria bertopeng itu berdiri tegak, ekspresinya tak terbaca di balik topengnya. "Akhirnya kau menggunakannya juga," katanya dengan nada datar. "Senjata yang cukup merepotkan."
Aku menyeringai kecil, menggenggam pistol lebih erat. "Jadi, kamu sudah tahu kalau aku membunuh mereka dengan ini?"
Pria itu menghela napas, terdengar seperti seseorang yang baru saja memastikan dugaannya benar. "Tidak juga, aku hanya menduga-"
'TAR! TAR! TAR! TAR!'
Aku tak memberinya kesempatan menyelesaikan kalimatnya. Dengan gerakan terlatih, aku melepaskan rentetan tembakan, mengincar titik-titik vitalnya. Setiap peluru melesat dalam kecepatan tinggi, menerjang udara dengan presisi mematikan. Namun, tubuh pria bertopeng itu bergerak seperti bayangan.
Langkahnya ringan, gerakannya cepat. Dia menghindari tembakan dengan lompatan kecil yang efisien, miring ke samping, lalu berputar untuk menghindari lintasan proyektil. Salah satu peluru yang hampir mengenai kepalanya, ditepisnya dengan tebasan tajam.
'TING!'
Sekali lagi, kilatan percikan api mewarnai gelapnya malam.
Aku menggertakkan gigi, menurunkan pistol sedikit. "Buset dah... orang ini bener-bener di luar nalar," gumamku.
Pria bertopeng itu melangkah maju dengan tenang, pedangnya masih terangkat di sisi tubuhnya. "Percuma saja," ujarnya tanpa nada kesombongan, hanya pernyataan fakta. "Kau hanya membuang-buang amunisi. Serangan seperti itu tak akan bisa melukaiku."
Dari caranya berbicara dan bertindak, dia tak terlihat menganggapku ancaman serius. Itu membuatku kesal, tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang membuatku waspada. Dia tidak hanya kuat, tapi juga memahami ritme pertarungan ini. Seolah-olah... dia sedang menguji sesuatu.
"Misi ku di sini sederhana, melenyapkanmu dan merebut dokumen dari Adipati itu. Jadi, jangan harap aku akan menunjukkan belas kasihan. Aku bisa saja membunuhmu dengan cara yang paling menyakitkan."
Aku menyeringai. "Coba saja kalau bisa!"
Alih-alih langsung menyerang, dia justru menghela napas ringan. "Sebelum aku menyayatmu... pertama-tama, aku ingin berterima kasih padamu."
Aku mengernyitkan dahi, merasa ada yang aneh dengan pernyataan itu. "Berterima kasih? Aku gak merasa melakukan sesuatu buatmu. Buat apa berterima kasih?"
Pria itu tersenyum samar di balik bayangan topengnya. "Aku tidak perlu memberitahumu alasannya. Tapi... karena kau membantu gadis kecil itu melarikan diri, aku merasa sedikit lega."
Aku membeku sejenak. "Gadis kecil... Syira maksudnya?"
Dia mengabaikan pertanyaanku dan melanjutkan. "Sebagai imbalannya, aku akan memastikan kematianmu terasa lembut. Saat aku menyayat lehermu, kau tidak akan merasakan sakit sedikit pun."
Aku tertawa kering. "Apa-apaan, ujung-ujungnya dibunuh juga. Membunuh pake cara halus? Konyol banget."
Pikiran di kepalaku berputar cepat. Kenapa dia berterima kasih? Bukankah dia datang ke sini untuk membunuhku dan merebut Syira dariku? Lalu kenapa justru senang aku membantu Syira?
"Kau ada hubungan apa dengan Syira?" tanyaku, mencoba membaca reaksinya.
Dia terdiam sejenak. Lalu dengan suara rendah, dia menjawab, "Bukan urusanmu."
Aku mendecak. "Oi, bilang dong. Jangan sampai nanti arwahku penasaran."
Sorot matanya menajam. "Semakin sedikit yang kau tahu, semakin baik."
Seketika tubuhku menegang. Ada perasaan ganjil yang merayap di punggungku, perasaan bahwa aku telah melewati batas yang tidak seharusnya.
Lalu, tanpa peringatan-
'WHOOSH!'
Bayangannya mengabur. Dia menghilang dari pandangan.
Mataku melebar. "Buset, cepat ba-"
'CLAKK!!'
Waktu seolah berhenti.
Aku ingin bergerak, menghindar, mengangkat tangan, atau apa saja... tubuhku tak kunjung merespons.
Ada sesuatu yang janggal. Aku tidak bisa merasakan berat tubuhku... atau lebih tepatnya, aku tidak bisa merasakan tubuhku sama sekali.