The Hidden of Us

Aqiel Hilmy Irawan
Chapter #3

Bab: 3

Bab 3: Penasaran yang Tumbuh


Hari itu, hujan rintik-rintik mengguyur kota, membuat suasana sekolah Saint Claire terasa lebih dingin dari biasanya. Sarah berjalan cepat menuju perpustakaan, membawa buku-buku tebal yang beratnya hampir membuat bahunya pegal. Ia suka tempat itu, tidak hanya karena suasananya yang tenang, tetapi juga karena perpustakaan adalah satu-satunya tempat di mana ia merasa dirinya bukan "Sarah yang sempurna," melainkan hanya seorang gadis yang suka belajar.


Namun, belakangan ini ada sesuatu—atau seseorang—yang membuat Sarah merasa berbeda setiap kali ia masuk ke ruangan itu.


Dimas.


Sarah tidak tahu pasti kapan ia mulai memperhatikan cowok itu. Dimas bukan tipe orang yang mencolok di kelas, apalagi dibandingkan dirinya yang selalu jadi pusat perhatian. Tapi entah kenapa, setiap kali mereka berbicara, Sarah merasa seperti mengenal sisi lain dari dirinya yang jarang ia tunjukkan pada orang lain.


Saat Sarah duduk di meja langganannya, ia melihat Dimas masuk ke perpustakaan. Ia mengenakan jaket hitam sederhana yang tampak kebesaran dan membawa sebuah buku sketsa. Cowok itu tidak menyadari Sarah sedang memperhatikannya, atau mungkin ia pura-pura tidak sadar.


Sarah berdeham pelan, mencoba fokus pada catatan kimianya. Tapi pikirannya terusik ketika ia mendengar langkah kaki mendekat.


"Sendirian lagi?" suara Dimas terdengar di sampingnya.


Sarah mendongak, tersenyum kecil. "Seperti biasa. Kamu sendiri kenapa ke sini? Bukannya perpustakaan bukan tempat favoritmu?"


Dimas menarik kursi di depannya, duduk santai seperti tak ada beban. "Mungkin karena sekarang tempat ini lebih menarik."


Sarah menatapnya bingung, tapi Dimas hanya tersenyum misterius sambil membuka buku sketsanya.


"Apa yang kamu gambar?" tanya Sarah, mencoba mengintip.


Dimas menutup buku sketsanya dengan cepat, membuat Sarah tertawa kecil. "Rahasia," jawabnya.


Mereka mulai berbicara tentang hal-hal sederhana—buku yang Sarah baca, tugas yang menumpuk, hingga obrolan ringan tentang hujan yang terus turun. Sarah merasa nyaman, bahkan ketika obrolan mereka terputus oleh hening sesaat.


Namun, di balik ketenangan itu, Dimas diam-diam mulai memperhatikan Sarah lebih dalam. Bukan sekadar gadis populer dengan kecantikan dan kecerdasannya, tapi seseorang yang menyimpan kesedihan yang tidak pernah ia tunjukkan.


"Kenapa kamu selalu terlihat sibuk, Sarah?" tanya Dimas tiba-tiba.


Sarah mengangkat alis, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Karena banyak hal yang harus aku lakukan. Kenapa?"


Dimas mengangkat bahu. "Nggak tahu. Kadang aku mikir, kamu kayak robot yang diprogram buat jadi sempurna."


Sarah tertawa kecil, tapi ada kegetiran di balik tawanya. "Mungkin karena aku memang harus begitu."


Dimas mengerutkan kening, ingin bertanya lebih jauh, tapi ia merasa itu bukan saat yang tepat. Sebaliknya, ia hanya berkata, "Kalau aku, sih, lebih suka jadi orang biasa aja. Bebas."


Lihat selengkapnya