Bab 4: Rahasia yang Terungkap
Hari itu, matahari bersinar cerah setelah seminggu penuh hujan. Sarah berjalan santai menuju lapangan olahraga, tempat kelasnya akan memulai pelajaran hari ini. Ia membawa botol minum dan handuk kecil, mengantisipasi latihan fisik yang menguras tenaga. Olahraga bukanlah favoritnya, tapi seperti biasa, ia tidak ingin tampak malas atau kurang antusias di depan teman-temannya.
Ketika Sarah tiba, lapangan sudah dipenuhi siswa yang mengobrol sambil bersiap-siap. Di sudut lapangan, Dimas berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam kantong jaketnya, terlihat tidak terlalu bersemangat. Ia mengenakan kaus hitam sederhana di bawah jaketnya, dan Sarah hanya memperhatikan sekilas sebelum kembali bergabung dengan teman-teman perempuannya.
Pelajaran dimulai dengan instruktur olahraga yang meminta siswa melakukan pemanasan bersama. Suasana ramai, beberapa siswa mengeluh tentang panasnya cuaca, sementara yang lain berbicara tentang tugas sekolah. Sarah mengikuti instruksi dengan rapi, berusaha fokus.
Di sisi lain lapangan, Dimas melepas jaketnya dengan gerakan santai. Ia menggulung lengan kausnya hingga ke siku, mencoba mendinginkan tubuhnya dari panas yang mulai menyengat. Sarah, yang tanpa sengaja menoleh ke arahnya, tiba-tiba merasa matanya tertarik pada sesuatu.
Sebuah tato yang rumit terpampang di lengan kiri Dimas, mengalir dari bahu hingga ke pertengahan lengannya. Desainnya abstrak, tapi Sarah bisa melihat ada motif burung kecil di antara pola-pola itu, seperti yang pernah ia lihat dalam gambar di catatannya.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Tidak ada yang lain di kelas yang tampak menyadarinya, mungkin karena mereka terlalu sibuk. Tapi Sarah tidak bisa mengalihkan pandangannya. Dimas yang selama ini ia kenal terlihat begitu berbeda—seperti seseorang dengan rahasia besar yang ia sembunyikan dari dunia.
Setelah pemanasan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk bermain bola voli. Sarah dan Dimas tidak berada dalam satu tim, tetapi mereka sering berhadapan saat permainan berlangsung. Setiap kali Sarah melirik ke arah Dimas, ia merasa perhatiannya tertarik pada tato itu, membuatnya kehilangan fokus pada permainan.
"Sarah! Konsentrasi dong!" seru salah satu teman sekelasnya ketika ia gagal menerima bola.
Sarah tersentak, wajahnya memerah. "Maaf," gumamnya sambil menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan pikiran tentang Dimas.
Di akhir pelajaran, setelah peluit terakhir berbunyi, semua siswa segera berhamburan mencari tempat berteduh. Sarah, yang masih merasa terganggu dengan apa yang ia lihat, mendekati Dimas yang sedang mengembalikan bola ke tempatnya.
"Dimas," panggil Sarah pelan.
Dimas menoleh, alisnya terangkat. "Ada apa?"
Sarah ragu sejenak, tetapi akhirnya ia memberanikan diri. "Tato di lenganmu... Itu gambar burung kecil, kan?"
Wajah Dimas berubah. Sekilas, Sarah melihat sesuatu dalam sorot matanya—kaget, waspada, mungkin sedikit takut. Tapi Dimas dengan cepat menyembunyikannya di balik senyum santainya.
"Kamu memperhatikan, ya?" tanyanya sambil mengangkat bahu. "Iya, itu burung kecil. Kenapa?"