Ruangan dipenuhi keheningan yang mencekam; hanya desiran angin kencang di luar rumah yang terdengar. Dalam keheningan itu, lampu remang-remang hanya menyorot wajah-wajah mereka yang penuh kekhawatiran. Delvina dan Mbah Sartika saling memandang, mengetahui bahwa mereka harus bergegas. Mimpi Delvina adalah petunjuk, dan mereka harus segera mengambil langkah untuk menemukan dan menyelamatkan Mbah Westu dari bahaya yang mengintai.
Mbah Sartika menerima sinyal pesan dari Mbah Westu; seakan-akan sang suami dalam kondisi bahaya. Ia murung menahan kesedihan, ujung matanya basah oleh air mata yang tertahan, berusaha tegar. Mata Mbah Sartika terasa berat saat dia memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa menimpa suaminya.
"Di mana Mbah Westu?" tanya Delvina sambil melihat ke segala sudut kamar. Mbah Sartika hanya terdiam, memandang tanah merah yang menjadi alas rumah.
Delvina terdiam, mengingat mimpinya tadi. Ia mulai menyadari bahwa mimpinya bukanlah sekadar bunga tidur, melainkan sebuah pesan nyata yang dikirim dari Mbah Westu kepada cucunya.
"Di mana, Mbah? Mbah, di mana?" tanyanya lagi dengan nada bergetar. Delvina merenung sejenak, memetakan rencana penyelamatan sambil mengingat setiap detail petunjuk dari mimpinya.
Mbah Sartika kemudian mengangkat pandangannya dengan mata yang sayu. "Delvina, apakah kamu merasakannya juga?" tanyanya dengan suara parau, menggambarkan kekhawatiran yang mendalam.
Delvina mengangguk, hatinya semakin dipenuhi kegelisahan. Dia tahu bahwa waktu semakin mendesak, dan harus bertindak cepat untuk menyelamatkan Mbah Westu. Dengan tatapan tegas, Delvina mengangkat keris warisan leluhurnya, siap menghadapi segala rintangan untuk menyelamatkan Mbah Westu.
Mbah Sartika menarik napas dalam-dalam, kemudian berujar dengan suara yang sedikit bergetar, "Kita harus pergi ke tempat terakhir Mbah pergi."
"Jangan, biarkan aku saja yang pergi menyelamatkan Mbah Westu. Mbah, tunggu di sini bersama Arsena. Jaga diri baik-baik," ucap Delvina menahan
Mbah Sartika menggenggam tangan Delvina dengan erat, matanya memancarkan keinginan kuat untuk ikut. "Tapi... Mbah juga ingin menyelamatkan kakekmu. Mbah harus ikut!" pintanya dengan suara penuh harap dan kekhawatiran.
Delvina menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Mbah, aku janji, aku akan menyelamatkan Desa Pelinggih dan membawa Mbah Westu kembali pulang. Percayalah padaku. Aku tidak bisa melakukannya jika harus mengkhawatirkan keselamatan Arsena dan juga Mbah."
Mbah Sartika menarik napas panjang, berusaha menahan kesedihannya. Dengan berat hati, ia menerima permintaan sang cucu. "Baiklah. Mbah akan tunggu di sini bersama Arsena. Kamu kembalilah dengan selamat. Mbah tahu kamu akan terus berusaha mencari keberadaan Mbah Westu dan menyelamatkannya. Mbahmu sebelum pamit dia pergi ke perbatasan desa," ucapnya, mengingatkan tujuan terakhir Mbah Westu pergi.