Di tepi sungai yang jernih di Desa Palinggih, warga menikmati damainya suasana sekitar sambil mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pohon pinus yang menjulang tinggi memantulkan sinar senja, menciptakan latar belakang yang memukau bagi kehidupan sederhana mereka.
Mbah Westu duduk di tepi sungai yang mengalir tenang, matanya terfokus pada air yang jernih. Dengan keahlian yang terlatih, dia melemparkan jaringnya ke dalam air dengan sekali lempar. Delvina, yang duduk di sampingnya, mengamatinya dengan penuh kekaguman. Mereka menunggu dengan sabar, sementara gemericik air dan nyanyian burung dari hutan sekitar menambah keasyikan mereka.
Sambil menanti hasil tangkapan, Delvina mendengarkan cerita tentang masa kejayaan Desa Palinggih dan keajaiban alam dari Mbah Westu yang menakjubkan. Setiap kata Mbah Westu seolah membuka pintu pada dunia gaib dan kekuatan alam yang masih dihormati di desa mereka. Matanya bersinar, sementara Mbah Westu dengan lembut merangkul warisan alam dari nenek moyang mereka.
Tidak lama kemudian, jaring itu mulai terasa berat. Dengan gerakan perlahan namun pasti, Mbah Westu mengangkatnya keluar dari sungai. Sorakan kecil terdengar dari bibir Delvina saat melihat ikan-ikan yang berkilauan tertangkap dalam jaring itu. Wajahnya berseri-seri melihat hasil tangkapan sang kakek yang terampil.
"Mbah, lihat! Ikan-ikannya besar sekali!" serunya dengan antusias.
Mbah Westu tersenyum, memandang tangkapan mereka. "Iya, Delvina. Kita bisa mencicipi ikan segar malam ini," jawabnya sambil menyusun ikan dengan hati-hati di atas permukaan kayu di dekat mereka, sementara sinar senja mulai memerah di langit yang tenang.
"Mbah, aku ingin mencoba ikan bakar buatan Mbah Sartika yang nikmat itu!" pintanya, Mbah Westu mengangguk setuju atas ide sang cucu.
Setelah berhasil mendapatkan beberapa ikan yang cukup besar, mereka memutuskan untuk pulang melalui jalan setapak yang dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk.
Beberapa warga yang melihat mereka datang menyapa dengan senyum ramah, "Selamat sore, Mbah Westu! Selamat sore, Delvina!"
Mbah Westu tersenyum lebar sambil membalas sapaan mereka satu per satu. "Selamat sore," jawabnya dengan lembut, sementara matanya melintas ke arah lanskap hijau yang memeluk keindahan desa mereka.
Setibanya di rumah, ikan itu di serahkan ke Mbah Sartika. Dengan hati-hati, Mbah Sartika membersihkan ikan segar yang baru ditangkap, memastikan tidak ada sisik yang tertinggal. Angin lembut berdesir, sementara cahaya senja memancar di langit menjelang malam.
Dengan gerakan terampil, Mbah Sartika menyusun kayu bakar dalam tungku batu lava dan mengatur bara api. Di dekatnya, terdapat sepiring rempah-rempah racikan sendiri, bumbu rahasia keluarga turun-temurun untuk ikan bakar yang nikmat.