Delvina yang sudah tertidur pulas bersama adiknya tidak menyadari misi rahasia yang akan dilakukan oleh Mbah Westu ke perbatasan untuk menjaga kedamaian Desa Palinggih dari ancaman yang tak kasat mata.
Mbah Westu memandang kedua cucunya dengan penuh kasih sayang. Senyum tipis terukir di wajahnya, berharap kelak dia akan kembali dengan selamat untuk bisa berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.
Mbah Westu memeriksa perlengkapan yang telah disiapkannya. Di dalam kain sarung menjadi tasnya, terdapat jimat-jimat dan ramuan pelindung yang dibuat oleh Mbah Sartika, sebagai tanda dukungannya. Setiap item di dalam tas tersebut memiliki makna dan fungsi khusus, memberikan Mbah Westu rasa tenang dan percaya diri dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, Mbah Westu mengambil kotak berisi pusaka, Mbah Westu mengangkat keris itu dengan penuh pengabdian, merasakan energi kuno yang mengalir melalui pusaka tersebut. Dengan hati-hati, dia mengamati setiap lekuk dan ukiran di keris, mengingat kembali ajaran leluhur tentang kekuatan dan tanggung jawab yang terkandung di dalamnya. Untuk pertama kalinya pusaka itu di bawa oleh Mbah Westu dalam perjalanan.
Mbah Sartika duduk di sampingnya, menatap keris itu dengan penuh penghormatan, menyadari bahwa kepergian suaminya kali ini membawa risiko besar. "Mbah, apakah kau yakin perlu membawa pusaka ini?" tanyanya lembut namun penuh kekhawatiran.
Mbah Westu menatap istrinya dengan keyakinan. "Ya, Sartika. Pusaka ini memiliki kekuatan yang mampu melindungi desa kita dari ancaman di perbatasan. Aku harus memastikan kita siap menghadapi segala kemungkinan."
Mbah Sartika mengangguk, meskipun hatinya masih bergetar. Dia memahami pentingnya tugas suaminya, meski tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. "Jaga dirimu dengan baik, Mbah. Aku hanya ingin kau kembali dengan selamat dan membawa kabar baik untuk desa kita," pintanya sekali lagi.
Mbah Westu tersenyum mencoba menenangkan hatinya. "Aku akan berhati-hati. Percayalah, aku tidak akan membiarkan apapun mengancam desa kita."
"Tapi Mbah, anak kita telah gugur di perbatasan, membuat Delvina merasakan rindu yang dalam pada ayahnya," ucap Mbah Sartika dengan suara bergetar. Dia menghentikan kata-katanya sejenak, mencoba menahan emosi. "Aku tidak ingin merasakan kehilangan lagi. Terlebih, Delvina akan merasakan kesedihan yang lebih mendalam."
Mbah Westu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. "Kita telah melewati banyak badai bersama-sana, dan aku yakin kita akan melewati ini juga."