Di balik bayangan pepohonan, makhluk jahat yang sebelumnya dilawan Mbah Westu masih menyimpan dendam. Meski sempat terluka oleh mantra, sosok itu tidak sepenuhnya kalah. Dengan mata merah menyala penuh kebencian, makhluk itu menatap tubuh Mbah Westu yang tergeletak tak berdaya di tanah, seolah menunggu saat yang tepat untuk menghancurkannya.
Malam semakin larut, menambah suasana mencekam di sekitar hutan. Angin dingin berembus, membawa bisikan misterius yang seolah memanggil makhluk itu untuk melanjutkan rencananya. Daun-daun berbisik di antara pepohonan, menciptakan simfoni alam yang suram dan menegangkan. Cahaya bulan yang redup hanya menambah bayang-bayang mengerikan, memberikan kesan bahwa hutan itu hidup dan bersekongkol dengan kegelapan. Suara burung malam sesekali terdengar, menambah nuansa menyeramkan di sekeliling.
Dari kejauhan datang seseorang berpakaian gelap. Langkahnya hampir tidak terdengar, menyatu dengan kehampaan malam. Orang itu mendekati Mbah Westu yang tergeletak tak berdaya di tanah. Dengan senyum menyeringai, dia sadar bahwa ini adalah kesempatan emas untuk membalas dendam. Tawa jahatnya bergema samar di antara pepohonan, seolah alam turut menyaksikan kejahatan yang akan dilakukannya.
Dengan gerakan cepat, dia mengangkat tubuh Mbah Westu yang tak sadarkan diri dan melemparkannya ke bahunya, lalu bergerak dengan kecepatan luar biasa menuju hutan lebat di luar desa. Setiap langkahnya menggetarkan tanah, menciptakan getaran yang menambah kesan mengerikan. Hutan lebat itu seakan-akan menyambut mereka, ranting-rantingnya bergoyang mengikuti irama langkahnya, mengiringi perjalanan mereka menuju sarang kegelapan. Bayangan pepohonan seolah menari-nari di bawah cahaya bulan, menambah kesan mistis.
Barang-barang Mbah Westu tergeletak begitu saja di tepi sungai, perbekalan dari istrinya terhanyut tanpa sengaja. Batang-batang pohon dan daun-daun kering berderu di sekitarnya, menciptakan suasana yang hening namun penuh rasa kehilangan. Seolah ini adalah pertanda perpisahan tak terduga yang akan terjadi.
Orang itu akhirnya tiba di sebuah gua besar yang tersembunyi di dalam hutan. Gua itu dipenuhi dengan simbol-simbol gelap dan aura yang menakutkan. Dengan kasar, dia meletakkan Mbah Westu di tengah lingkaran ritual, mengikatnya dengan tali yang terbuat dari energi gelap. Mbah Westu masih pingsan, tidak menyadari bahaya yang mengintainya. Cahaya dari simbol-simbol gelap di dinding gua mulai berpendar, menambah suasana mencekam.
Orang itu tertawa jahat, menikmati momen kemenangannya. Dia mulai mengucapkan mantra-mantra kuno, memanggil kekuatan jahat untuk datang dan menyerap energi Mbah Westu. Lingkaran ritual itu mulai bersinar dengan cahaya merah gelap, mengisyaratkan bahwa sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi. Gua itu bergetar, seolah menyambut panggilan dari kegelapan.
Di kejauhan, suara gemuruh mulai terdengar, menandakan bahwa kekuatan gelap telah terbangun. Lingkungan di sekitar gua semakin mencekam, dengan angin yang bertiup kencang membawa bau sulfur yang menusuk hidung. Orang itu terus melantunkan mantranya, semakin keras dan cepat, memanggil entitas gelap dari kedalaman dunia lain untuk segera keluar membantu dirinya menguasai kekuatan. Setiap kata yang diucapkannya menggema di dalam gua, menciptakan aura ancaman yang semakin tebal.