Pagi pun tiba, dan cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, membangunkan mereka dari tidur singkat mereka. Dengan semangat yang baru, mereka bersiap untuk memulai perjalanan ke perbatasan Desa Palinggih. Hari ini, perjalanan mereka benar-benar dimulai, membawa harapan dan tekad yang kuat untuk menyelamatkan Mbah Westu dan melindungi Desa Palinggih dari ancaman yang tidak diketahui.
Sebelum keberangkatan mereka ke perbatasan Desa Palinggih, Delvina berpamitan kepada Mbah Sartika dan adiknya yang masih kecil. Dia tahu bahwa meskipun dia harus ikut dalam pencarian Mbah Westu, tanggung jawabnya terhadap keluarganya tetap ada.
Mbah Sartika sedang menggendong adiknya, memperhatikan mereka atas keberangkatannya. "Mbah, aku harus pergi bersama tim untuk mencari Mbah Westu," kata Delvina dengan suara lembut. "Jaga diri Mbah baik-baik dan Arsena selama aku pergi!"
Mbah Sartika menatap Delvina dengan mata penuh kebijaksanaan. "Perjalanan ini akan sangat berbahaya, tapi Mbah tahu bahwa kamu memiliki keberanian dan tekad yang kuat. Jika kamu merasa ini adalah jalan yang harus kamu tempuh, maka pergilah dengan hati-hati dan kembalilah dengan selamat bersama tim yang lain."
Delvina tersenyum dan meraih tangan Mbah Sartika. "Terima kasih, Mbah. Doa restu Mbah sangat berarti bagiku."
Mbah Sartika mengangguk, lalu mengambil kalung kecil dari lehernya dan memberikan kepada Delvina. "Ini adalah kalung perlindungan. Simpanlah, dan biarkan ini menjaga kamu di sepanjang perjalanan."
Delvina menerima kalung itu dengan penuh syukur. "Terima kasih, Mbah. Aku akan menjaganya dengan baik."
Delvina dan tim The Hidden berjalan menuju mobil yang telah diparkir di depan rumah. Mobil itu adalah kendaraan yang cukup besar, cukup untuk menampung mereka semua beserta perlengkapan mereka. Adit membuka pintu depan dan masuk ke kursi pengemudi, sementara Kelvin duduk di sampingnya sebagai navigator.
"Semua siap?" tanya Adit sambil memutar kunci kontak, menyalakan mesin mobil.
"Siap," jawab Kelvin sambil membolak-balik peta di tangannya, memastikan mereka mengambil rute yang benar.
Delvina, Risna, dan Rama masuk ke bagian tengah mobil. Delvina duduk di tengah, diapit oleh Risna dan Rama. Mereka saling bertukar pandang, merasakan semangat dan ketegangan yang sama.
"Dengan bantuan peta ini, kita bisa mencapai ujung kota sebelum memasuki perbatasan desa," kata Kelvin, menunjukkan rute yang harus mereka tempuh.
Di bangku belakang, Icel dan Indra sudah duduk dengan tenang, siap untuk perjalanan panjang ini. Mereka membawa tas berisi berbagai jimat dan perlengkapan spiritual yang mungkin mereka perlukan.
Adit memasukkan gigi mobil dan mulai mengemudi keluar dari halaman rumah Delvina. Mereka bergerak perlahan melalui jalanan desa yang sepi, meninggalkan rumah dan menuju tujuan mereka.
"Semua peralatan sudah siap, kan?" tanya Adit, memastikan bahwa mereka tidak melupakan apapun.
Risna mengecek tasnya dan mengangguk. "Semua sudah siap. Kami siap untuk segala kemungkinan."