Malam itu, hutan terasa begitu sunyi, seolah-olah alam sendiri menahan cahaya dan membebaskan udara dingin kepada penghuni hutan. Langit tertutup oleh ranting-ranting pohon yang menjulang tinggi, hanya menyisakan celah-celah kecil di mana cahaya bintang yang tipis mencoba menembus gelapnya malam. Suasana sangat tenang, hampir tak ada suara selain desiran angin lembut yang sesekali menggoyangkan dedaunan.
Di tengah kegelapan, api unggun kecil yang mereka nyalakan menjadi satu-satunya sumber cahaya yang menari-nari, memancarkan kehangatan di wajah-wajah lelah tim The Hidden. Obor yang mereka bawa pun menyala terang, meskipun cahayanya hanya mampu menerangi area sekitar mereka dengan lingkaran cahaya yang terbatas. Bayang-bayang pepohonan dan dedaunan tampak bergerak-gerak di sekitar mereka, menciptakan ilusi seolah hutan itu hidup dan memperhatikan setiap gerakan mereka.
Kelvin berdiri di dekat salah satu obor, memastikan nyala apinya tetap stabil. "Jaga obor ini tetap menyala. Malam ini bisa jadi panjang," katanya dengan suara pelan namun tegas.
Asap dari dupa yang masih membara menyebar perlahan, menyatu dengan aroma tanah basah dan dedaunan. Suasana di sekitar mereka dipenuhi rasa kewaspadaan, tetapi juga ketenangan setelah ritual pembersihan yang baru saja dilakukan. Mereka tahu bahwa di balik keheningan ini, bahaya bisa saja mengintai.
Rama duduk di dekat api unggun, memejamkan mata sejenak untuk merasakan energi di sekitar. "Ada sesuatu yang aneh, tapi belum jelas. Kita harus tetap waspada," katanya sambil membuka matanya kembali.
Indra dan Adit berjaga di tepi perkemahan, mengawasi setiap sudut gelap dengan mata waspada. "Jika ada yang mendekat, kita akan siap," ujar Adit dengan nada penuh keyakinan.
Sementara itu, Delvina dan Risna sibuk menyiapkan perlengkapan untuk makan malam, suara peralatan yang mereka gunakan terdengar samar namun menenangkan, mengisi keheningan dengan aktivitas yang akrab dan menghibur. "Risna, bisa tolong ambilkan garam di tas?" pinta Delvina. "Kita butuh perlindungan tambahan malam ini."
Di kejauhan, suara burung malam sesekali terdengar, menambah kesan alami dan misterius hutan tersebut. Icel duduk bersandar di bawah pohon besar, memejamkan mata dan merasakan energi yang lebih bersih dan tenang setelah ritual pembersihan. "Rasanya lebih baik sekarang," bisiknya pada dirinya sendiri.
Ketika malam semakin larut, langit semakin gelap dan hanya tersisa beberapa bintang yang tampak; cahayanya sangat tipis dan hampir tak terlihat. Namun, dengan obor dan api unggun yang mereka nyalakan, kehangatan dan cahaya cukup untuk membuat mereka merasa sedikit lebih aman di tengah kegelapan dan keheningan hutan yang luas.
Suasana malam itu mengajarkan mereka untuk selalu waspada, tetapi juga memberikan momen refleksi dan persiapan untuk perjalanan yang masih panjang ke depan. Mereka tahu bahwa malam ini adalah ujian, dan dengan kekuatan serta kebersamaan, mereka siap menghadapi apa pun yang datang.
Setelah makan malam, Kelvin bangkit dari tempat duduknya. Ia melihat ke arah Icel yang masih beristirahat di bawah pohon, tubuhnya terlihat lelah dan wajahnya sedikit pucat. Kelvin tahu bahwa ia harus segera melakukan ritual pembersihan untuk membantu Icel dan memberikan perlindungan bagi seluruh tim.
Kelvin meraih liontin berukir rumit yang selalu digenggamnya, lalu mengeluarkan buku tua dari tasnya. "Aku akan mulai ritual pembersihan sekarang," katanya kepada anggota tim lainnya. "Ini akan membantu melindungi kita dari energi negatif dan roh-roh yang mencoba mengganggu."