Hazel tak pernah merasa sebahagia itu. Yah, kecuali mungkin pada malam pesta kemenangan di Perkemahan Jupiter, ketika dia mencium Frank untuk kali pertama … tetapi ini hampir menyamai saat itu.
Begitu menjejak tanah, Hazel berlari menuju Arion dan mengalungkan tangan ke leher hewan itu. “Aku kangen padamu!” Hazel menempelkan wajah ke panggul hangat kuda itu, yang berbau asin lautan dan apel. “Dari mana saja kau?”
Arion meringkik pelan. Hazel berharap dia bisa berbicara bahasa kuda seperti Percy, tetapi dia bisa menangkap gagasan besarnya. Arion terdengar tak sabar, seolah-olah mengatakan, Tidak ada waktu untuk bersikap sentimental, Non! Ayolah!
“Kau ingin aku pergi bersamamu?” tebak Hazel.
Arion mengangguk-anggukkan kepala, sambil menderapkan kaki di tempat. Kedua matanya yang berwarna cokelat gelap berbinar-binar mendesak.
Hazel masih belum bisa memercayai kuda itu sungguh-sungguh ada di sini. Arion bisa berlari melintasi segala permukaan, bahkan lautan. Namun, Hazel selama ini khawatir Arion tidak mau mengikuti mereka ke Negeri Kuno. Mediterania terlalu berbahaya untuk para demigod dan sekutu-sekutu mereka.
Arion tidak akan datang kecuali Hazel sangat membutuhkan. Dan, Arion tampak begitu gelisah …. Apa pun yang bisa membuat seekor kuda pemberani menjadi gugup semestinya membuat takut Hazel.
Sebaliknya, Hazel justru merasa sangat gembira. Dia sudah sangat letih mengalami mabuk laut dan udara. Di atas Argo II, dia merasa sama bergunanya seperti sekotak tolak bara1. Dia sangat senang bisa kembali menginjak tanah padat walau itu adalah daerah kekuasaan Gaea. Dia siap menunggang kuda.