Paginya terdengar suara tamparan yang sangat keras disertai jeritan Vivian.
Emma dan Liam terperanjat kaget. Steve langsung terduduk dengan wajah bengong habis ditampar Vivian. Vivian terlihat ketakutan.
"Ada apa??" tanya Emma.
"Ada maniak disini" kata Vivian bergetar.
"Mana? Mana?" tanya Steve panik melihat ke kiri kanan.
"Kamu!!!! Kamu ini maniak kan!!!" Vivian lalu memukul Steve dengan bantal.
"Aku.. Aku bukan.." bantah Steve yang pasrah dipukuli Vivian.
"Hentikan Vi.. Dia itu Steve!!" Liam menarik tangan Vivian.
"Steve?? Tapi kok jelek begitu???"
Emma yang merasa lucu lalu tertawa cekikikan. Liam juga terbahak sampai airmatanya keluar.
"Kenapa kalian tertawa??" tanya Steve bingung.
"Nih.." Emma mengambil ponselnya dan menyalakan kamera depannya.
Steve kaget melihat wajahnya sendiri. Hingga ponsel yang dipegangnya terlempar ke atas kasur.
Wajahnya yang digambar pakai spidol sungguh mengerikan dengan kumis dan jenggot, lingkaran mata yang di kedua matanya, bahkan jidatnya juga tertulis kata 'Bego'.
"Ini pasti ulahmu kan Liam?" geram Steve hendak memukul Liam.
"Ampun.. Ampun.." Liam menutup kepalanya dengan lengannya.
"Kamu akan kuampuni jika kamu bersedia juga kugambar wajahmu" ancam Steve.
"Nih.." Vivian memberikan sebuah spidol padanya.
Liam tercengang Vivian membantu Steve menggambar wajahnya.
Emma tertawa melihat hasilnya. Kini wajah Liam terlihat lebih jelek dengan kerutan-kerutan yang digambar Steve.
Vivian dengan antusias mengambil kamera Liam. Mereka lalu berfoto bersama dengan gaya konyol.
*****
Emma memandangi foto konyol mereka saat dirinya sedang duduk di ruang tunggu di bandara. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Australia untuk menumpuh pendidikan dan mewujudkan mimpinya.
Mama tirinya tidak dapat mengantar kepergiannya karena harus membantu Justin mengurus doorsmeer dan menemaninya. Karena Justin yang baru pulih tidak boleh bekerja terlalu berat dan capek.
Ia menghela nafas sesekali sambil menatap ponselnya berharap ada sebuah panggilan telepon atau sebuah pesan.
"Emma" terdengar suara seseorang yang memanggilnya.
Emma menoleh ke arah suara itu. Di sana ada Liam, Steve dan Vivian yang berjalan mendekat ke arahnya.
Emma berdiri. Ia tak menyangka mereka akan datang.
"Kamu tega ya tidak mengabari kami kalau hari ini kamu berangkat"
"Maaf.. Aku takut aku akan sedih jika melihat kalian" Emma terharu hingga air matanya menetes tanpa bisa ia tahan.
"Dasar bodoh" Liam memeluk Emma. Vivian lalu ikut memeluknya. Disusul Steve.
"Ini untukmu" Vivian memberikannya sebuah kado. "Bukalah saat sudah sampai disana nanti."
"Ini untukmu." Steve memberikan setoples bubuk kopi. "Ini sudah kuracik secara spesial. Tinggal kamu seduh dengan air panas saja. Aku tau kamu pasti akan merindukan kopi buatanku disana nanti"
Emma tersenyum.
"Nah kalau ini dariku." Liam memberikan sebuah buku album.