The Invasion of The Tearling

Mizan Publishing
Chapter #1

Bab 1: Hall (bagian 1)

Invasi Kedua Mort kemungkinan besar akan menyebabkan pembantaian. Di satu pihak terdapat pasukan Mort yang sangat superior, dilengkapi senjata terbaik yang tersedia di Dunia Baru dan dipimpin oleh sosok yang takkan mundur oleh apa pun. Di pihak lain ada pasukan Tear, hanya seperempat kekuatan lawan dan menyandang senjata dari besi tempa murahan yang patah jika beradu dengan baja berkualitas baik. Peluangnya bukan cuma berat sebelah, melainkan tragis. Kelihatannya mustahil Tearling lolos dari bencana.

—Tearling sebagai Negara Militer, CALLOW SANG MARTIR

F ajar menyingsing dengan cepat di perbatasan Mort. Di satu saat tak ada apa-apa selain garis biru samar di kaki langit, lalu tahu-tahu larik-larik terang terentang naik dari timur Mortmesne, membanjiri angkasa. Pantulan cemerlangnya menyebar di permukaan Danau Karczmar hingga tampak seperti lapisan api menyala, efek yang hanya buyar ketika angin sepoi-sepoi menjilat tepiannya dan permukaan air yang rata tercerai menjadi riak.

Perbatasan Mort merupakan urusan rumit di daerah ini. Tak ada yang tahu persis di mana letak garis pemisah. Orang Mort menyatakan bahwa danau itu berada dalam wilayah Mort, tapi orang Tear juga mengklaimnya, mengingat penjelajah Tear termasyhur bernama Martin Karczmar-lah yang menemukan danau tersebut. Karczmar telah dimakamkan hampir tiga abad sejak saat itu tapi Tearling tak pernah melepaskan klaim lemahnya terhadap danau itu. Airnya sendiri tak terlalu bernilai, penuh ikan predator yang tak enak dimakan, tapi danaunya merupakan lokasi penting, satu-satunya penanda geografis di perbatasan sejauh berkilo-kilometer ke arah utara atau selatan. Kedua kerajaan sangat ingin menegaskan klaim definitif. Pada satu kesempatan, lama berselang, ada semacam perundingan damai khusus tapi tak ada hasilnya. Sisi timur dan selatan danau berupa dataran garam, wilayah yang terdiri dari lanau dan rawa-rawa. Dataran ini terbentang ke timur berkilo-kilometer sebelum bertemu dengan hutan pinus Mort. Tetapi, di sisi barat Danau Karczmar, dataran garam hanya sejauh beberapa ratus meter sebelum mendadak meninggi membentuk Perbukitan Border, lereng-lereng curam diselubungi selimut tebal pepohonan pinus. Pohon-pohon itu menutupi Perbukitan, menurun ke sisi sebaliknya ke wilayah Tearling dan mendatar menjadi Dataran Almont utara.

Meskipun lereng timur curam Perbukitan Border berupa hutan tak berpenghuni, puncak dan lereng baratnya ditempati oleh dusun-dusun kecil Tear. Warganya mencari makanan di Dataran Almont, tapi sebagian besar memelihara ternak—biribiri dan kambing—serta mengumpulkan wol, susu, dan daging kambing, berdagang terutama dengan satu sama lain. Sesekali mereka mengumpulkan sumber daya, lalu mengirimnya dengan pengawalan ketat ke London Baru, tempat barang-barang itu—terutama wol—dihargai lebih mahal, dan pembayarannya bukan dengan barter melainkan koin. Desa-desa itu terentang di seantero lereng bukit: Woodend, Idyllwild, Devin’s Slope, Griffen ... sasaran empuk, penduduknya memakai senjata kayu dan dibebani ternak yang tak ingin mereka tinggalkan.

Kolonel Hall bertanya-tanya bagaimana mungkin begitu mencintai satu bentang lahan sekaligus bersyukur pada Tuhan karena takdir telah membawanya pergi. Hall tumbuh besar sebagai putra peternak biri-biri di dusun Idyllwild, dan aroma desa-desa itu—wol basah dilapisi kerak kotoran ternak—merupakan bagian yang terpatri dalam kenangannya sehingga sekarang pun dia tetap bisa menciumnya, walau desa terdekat berada di sisi barat Perbukitan Border, beberapa kilometer dari sana dan jauh dari pandangan.

Nasib telah memboyong Hall dari Idyllwild, bukan nasib baik, melainkan jenis nasib yang memberikan dengan satu tangan sementara menikam dengan tangan yang satu lagi. Dusun mereka terlalu jauh di utara sehingga tak terdampak parah dalam invasi Mort pertama; sekawanan penjarah tiba pada suatu malam dan mengambil sebagian biri-biri dari pedok yang tak dijaga, tapi hanya itu. Ketika Perjanjian Mort ditandatangani, Idyllwild dan desa-desa sekitarnya mengadakan festival. Hall dan saudara kembarnya, Simon, mabuk berat dan siuman di kandang babi di Devin’s Slove. Ayah berkata desa mereka terbebas dari masalah besar, dan Hall juga berpendapat sama, sampai delapan bulan kemudian, saat nama Simon muncul dalam undian publik kedua.

Hall dan Simon berusia lima belas, sudah dianggap laki-laki dewasa menurut orang perbatasan, tapi orangtua mereka melupakan hal itu sampai tiga pekan berikutnya. Mum membuatkan makanan-makanan kesukaan Simon; Pa membebaskan keduanya dari tugas. Menjelang akhir bulan, mereka bertolak ke London Baru, sama seperti yang dilakukan begitu banyak keluarga sejak saat itu, dengan Pa menangis di depan wagon, Mum murung dan membisu, sementara Hall dan Simon berusaha keras menampilkan keceriaan selama perjalanan.

Orangtuanya tak menghendaki Hall menyaksikan pengiriman itu. Mereka meninggalkannya di satu pub di Bulevar Besar berbekal tiga pound dan intruksi agar tetap di sana sampai keduanya kembali. Namun, Hall bukan anak kecil, makanya dia meninggalkan pub dan mengikuti mereka ke Pekarangan Benteng. Pa ambruk tepat sebelum pengiriman bertolak, meninggalkan Mum yang berusaha menyadarkannya, sehingga akhirnya hanya Hall yang menyaksikan keberangkatan pengiriman tersebut, hanya Hall yang menyaksikan Simon menghilang memasuki kota dan meninggalkan kehidupan mereka selamanya.

Keluarga mereka menginap di London Baru malam itu, di salah satu penginapan terkumuh yang ada di Gut. Bau menjijikkan itu akhirnya mendesak Hall ke luar dan dia berkeliaran di Gut, mencari kuda untuk dicuri, bertekad membuntuti kurungankurungan itu ke Jalur Mort, membebaskan Simon atau tewas saat mencoba. Dia menemukan seekor kuda ditambatkan di luar salah satu pub dan sedang berjuang melepaskan simpul yang rumit ketika sebuah tangan memegang bahunya.

“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, tikus dusun?”

Lihat selengkapnya