Elric melangkah jauh dari Eldoria, jiwanya terombang-ambing di antara keputusasaan dan harapan. Dia merasa seolah sedang berjalan di tepi jurang, dikelilingi oleh bayang-bayang yang terus menerus mengintimidasi. Kekuatan vampir yang mengalir di dalam dirinya membuat setiap langkah terasa lebih berat, seolah dunia menolak kehadirannya.
Saat malam berikutnya tiba, Elric mencari tempat untuk berlindung di dalam hutan. Pepohonan yang menjulang tinggi menjadi saksi bisu dari kesedihannya. Dia duduk di bawah pohon besar, memejamkan mata, berharap bisa kembali ke masa ketika hidupnya dipenuhi dengan tawa dan harapan. Namun, bayang wajah bibinya, Liora, dan sahabatnya Ayla tak kunjung pergi.
“Kenapa aku terjebak di antara dua dunia?” tanyanya pada diri sendiri, suaranya nyaris tak terdengar. “Aku ingin menjadi Elric yang mereka kenal, bukan makhluk ini.”
Namun, saat ia merenung, suara lain mulai menggema di dalam kepalanya, suara kegelapan yang mencoba menguasainya. “Bergabunglah dengan kami, Elric. Kekuatan ini adalah bagian dari dirimu. Jangan menolak.”
“Tidak!” teriak Elric, berusaha mengusir suara itu. “Aku tidak ingin menjadi monster!”
Tapi kegelapan itu justru semakin kuat, merayap masuk ke dalam pikirannya, menawarkannya kekuatan yang lebih besar. Dia merasakan kemarahan dan keinginan untuk membalas dendam terhadap mereka yang telah mengusirnya. “Apa gunanya semua ini jika mereka tidak ingin memeluk siapa dirimu yang sebenarnya?”
Elric mengabaikan pikiran jahat itu, dan teringat akan salah satu tujuannya, yaitu untuk mencari bibinya, Liora.
Satu hari, saat Elric beristirahat di tepi jalan, sebuah suara memecah keheningan. “Anak elf, apa yang kau lakukan di sini- tunggu, kau seorang vampir? tapi tak memiliki sayap layaknya vampir... apalah itu, sedang apa kau sendirian, nak?”
Elric menoleh dan melihat seorang pedagang tua dengan gerobak sederhana, penuh dengan barang dagangan. “Aku sedang mencari bibiku, Liora. Seorang elf berambut putih cerah dengan mata merah terang sepertiku. Apa kau tahu di mana dia berada?”
Pedagang itu menatap Elric, lalu menggeleng. “Liora? Sudah lama sekali aku tidak mendengar namanya. Namun, jika kau mencari informasi, mungkin aku bisa membantumu.”
“Apa yang kau tahu?” tanya Elric, harapannya sedikit muncul walaupun dengan tatapan kosong.
“Beberapa waktu lalu, aku melewati desa di dekat perbatasan Abyssora,” sang pedagang menjelaskan. “Mereka bilang Liora terlihat di sana, membantu penduduk desa yang terjebak dalam kekacauan yang ditimbulkan oleh makhluk-makhluk dari Abyssora.”
Mendengar itu, Elric merasakan harapan baru. “Di desa mana? Bagaimana aku bisa menemukannya?”
“Desa itu bernama Eldergrove. Letaknya tidak jauh dari hutan ini, tetapi hati-hati, nak. Tempat itu tidak aman. Makhluk dari Abyssora seringkali berkeliaran di sekitar, terutama saat malam tiba. Belum lagi kerajaan Valherion yang saat ini sedang memperluas wilayah kekuasaannya.” peringat pedagang itu.
“Terima kasih!” Elric berterima kasih, merasakan semangatnya terangkat. Dia tahu bahwa perjalanan menuju Eldergrove akan lama, tetapi tidak ada yang bisa menghentikannya. Keluarga dan jati diri adalah segalanya.