Rasa amarah Elric semakin membara. Kenangan tentang bibinya yang terbaring tak berdaya menguatkan tekadnya. Dia tidak bisa membiarkan mereka merayakan kemenangan yang diperoleh dengan darah.
Dengan gerakan cepat, Elric meluncur ke dalam bayang-bayang, mendekati tenda. Begitu dia berada di dalam jangkauan, dia tidak bisa menahan diri lagi. Dengan suara menggelegar, dia menerjang masuk. “Untuk Liora!” teriaknya, suara bergetar oleh emosi yang tak tertahankan.
Suasana di dalam tenda berubah seketika. Prajurit Valherion terkejut, dan mereka segera meraih senjata. “Siapa kau?” teriak salah satu dari mereka, tetapi Elric tidak memberi jawaban.
Dia meluncur ke depan, tangannya yang kuat menghantam prajurit pertama, dengan seketika perutnya berlubang. Seperti badai yang tak terduga, dia menghancurkan musuh-musuhnya dengan kekuatan yang luar biasa. Dalam sekejap, tubuh-tubuh terjatuh, bagian tubuh tercecer, dan darah mengalir memenuhi tanah.
“Rasakan kemarahan ini!” Elric berteriak, suaranya dipenuhi oleh kekuatan kegelapan. Setiap serangan bukan hanya untuk melawan; itu adalah ungkapan dari semua rasa sakit yang terpendam dalam hatinya.
Ketika dia berhadapan dengan pemimpin pasukan, seorang pria besar berpakaian zirah hitam, Elric merasakan gelombang kemarahan dan energi vampir yang mendidih. “Kau yang bertanggung jawab atas kematian bibiku!” Elric menyatakan, wajahnya dipenuhi oleh kebencian.
Pria itu tersenyum sinis. “Kami tidak punya waktu untuk berbicara tentang keluargamu, elf kecil. Sekarang, kau akan menjadi salah satu dari banyak korban kami.”
Tanpa memberi jawaban, Elric melompat ke arah pria itu, mengumpulkan semua kekuatan yang ada. Dalam satu gerakan cepat, dia menyerang dengan tinjunya, menyentuh dada lawannya. Energi vampir yang meluap menciptakan gelombang kekuatan, mendorong pria itu mundur beberapa langkah.
Pria itu terhuyung, tetapi segera mencoba menyerang balik. Namun, Elric kini berada di luar kendali. Kekuatan dalam dirinya mengalir dengan bebas, dan dia menghindari serangan dengan kelincahan luar biasa. “Kau akan membayar semuanya!” Elric berteriak, mengumpulkan energi untuk serangan terakhir.
Dengan segenap tenaganya, dia menghujamkan telapak tangannya ke arah pemimpin itu. Saat kontak terjadi, cahaya kegelapan menyala, memancarkan kekuatan yang sangat dahsyat. Suara teriakan menggema saat pria itu terjatuh, tak berdaya di tanah.
Elric berdiri di atas tubuh lawannya, jantungnya berdebar kencang. “Inilah balas dendamku,” dia berkata, suaranya tenang namun penuh keteguhan. “Inilah akibat dari perbuatanmu.”
Namun, meski rasa puas mulai merayapi jiwanya, saat itu juga, bayang-bayang kegelapan mulai berkumpul di sekelilingnya. Elric menyadari bahwa ada lebih banyak prajurit yang datang, dan dia berada di tengah kancah pertempuran yang belum berakhir.
Merasa tidak terkurung, dia merasakan kekuatan vampirnya menyala lebih terang. Setiap serangan semakin mengalir dengan sempurna, dan dia bertransformasi menjadi mesin pembunuh yang tak terhentikan. Dia membabat prajurit-prajurit Valherion satu per satu, tanpa ampun.
Dia melihat darah yang mengalir dan sosok-sosok terjatuh, dan dalam sekejap, jiwanya meragukan apakah semua ini benar. Dia berjuang melawan dorongan dalam dirinya, berusaha menemukan jalan kembali ke cahaya.
“Ini bukan siapa dirimu!” serunya pada dirinya sendiri, yang tenggelam dalam kegelapan. “Aku bukan monster!”
Dalam kekacauan itu, Elric tahu bahwa dia harus berhenti sebelum kegelapan sepenuhnya menguasainya. Dia mengalihkan perhatian ke arah pasukan yang tersisa dan berteriak, “Jika kau ingin selamat, tinggalkan tempat ini sekarang! Kalian tidak akan menang!”
Beberapa prajurit terhenti, ragu dengan apa yang mereka lihat. Dalam sekejap, Elric merasakan ketegangan di udara. “Aku memberi kalian kesempatan! Pergi, dan jangan kembali!”
Sementara beberapa prajurit melarikan diri, Elric berdiri dengan napas berat. Kekuatan dalam dirinya berkurang sedikit, tetapi rasa sakit atas kehilangan Liora tetap membara. Dia telah membalas dendam, tetapi harganya tinggi.