Elric merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, tetapi kali ini bukan karena takut. Perlahan, ia mengangkat tangannya, merasakan getaran alam di sekitarnya. Aetheria Sylvanis, kekuatan yang selama ini ia latih dalam diam, bergetar lembut di dalam dirinya, menunggu untuk dilepaskan. Ia tahu ini saatnya.
Tanpa menunggu lebih lama, para monster itu melompat, mencoba menyerangnya dari berbagai arah. Elric menutup matanya sejenak, membiarkan dirinya terhubung dengan hutan di sekitarnya. Ia merasakan akar-akar pepohonan yang dalam, energi angin yang berdesir di dedaunan, dan kehidupan setiap makhluk yang tinggal di sana.
"Aetheria Sylvanis, Flora's Requiem." bisik Elric pelan.
Tiba-tiba, tanah di bawah kaki para monster mulai bergetar. Akar-akar pohon raksasa mencuat ke atas dengan kekuatan dahsyat, menjerat para monster satu per satu dengan cepat. Ranting-ranting besar meluncur dari pepohonan, menghantam dan melumpuhkan makhluk-makhluk itu dengan kekuatan alam yang tak terbayangkan. Elric berdiri tegak di tengah kekacauan itu, dengan tatapan yang tenang, membiarkan sihir alam mengalir melalui tubuhnya.
Monster-monster itu melolong kesakitan, beberapa di antaranya mencoba melarikan diri, tetapi tidak ada yang bisa lolos dari cengkeraman alam. Akar-akar hutan menggulung mereka seperti ular, menghentikan setiap gerakan mereka dengan kejam. Dalam sekejap, hutan telah menjadi perpanjangan dari tubuh Elric. Setiap pohon, setiap akar, setiap hembusan angin tunduk pada kehendaknya.
Ketika serangan terakhir berhasil dipatahkan, Elric menurunkan tangannya. Monster-monster yang selamat melarikan diri dengan panik, menghilang ke dalam kegelapan hutan, meninggalkan Elric berdiri sendirian. Nafasnya sedikit berat, namun hatinya dipenuhi dengan rasa lega.
Ini adalah pertama kalinya ia menggunakan Aetheria Sylvanis dalam pertempuran sebenarnya. Dan kekuatannya jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan, dengan bayaran energi sihir yang besar.
Kemudian, Elric mendengar suara. Bukan hanya sekadar langkah-langkah di kejauhan, tetapi gemuruh yang berat. Suara ranting patah dan tanah yang bergemuruh. Jantungnya berdegup kencang. Dari balik pepohonan, muncul sosok yang membuat darahnya membeku. Fenrir, raja serigala legendaris, makhluk yang konon hanya muncul ketika keseimbangan alam terancam.
Dengan tubuh besar berlapis bulu putih, mata biru safir menyala, dan taring runcing yang berkilauan di bawah sinar rembulan, Fenrir adalah monster yang mendominasi setiap legenda tentang hutan. Langkahnya berat, setiap jejak kakinya mengguncang tanah di bawahnya.
Elric menelan ludah, tahu bahwa ini bukan lawan biasa. Meski telah menguasai Aetheria Sylvanis, kekuatan yang ia miliki mungkin tidak cukup untuk menghadapi makhluk seperti Fenrir. Serigala raksasa itu tidak memberinya waktu berpikir lebih lama. Dengan satu lompatan yang cepat dan penuh amarah, Fenrir menyerang.
Elric mengangkat tangannya, "Aetheria Sylvanis, Flora's Requiem!" Elric kembali memanggil akar-akar pohon untuk bangkit dan menyerang Fenrir itu. Akar-akar itu mencuat dari tanah, melilit tubuh Fenrir dan mencoba menghentikan lajunya. Namun, satu tebasan cakar besar dari Fenrir dengan mudah menghancurkan akar-akar itu, memutuskan sihir Elric seperti potongan kayu rapuh.