Di dalam gua yang dingin namun tenang, suasana mulai mereda. Elric, Ayla, dan Fenn duduk di sekitar api cahaya kecil yang Elric nyalakan untuk menghangatkan tubuh. Setelah pelarian yang menegangkan dari Althea, ketiganya akhirnya bisa menarik napas lega.
Ayla, yang selama ini tampak tegas dan waspada, kini terlihat lebih santai. Namun, matanya terus-menerus melirik ke arah Fenn, kelinci kecil yang tampaknya tak lazim duduk di sebelah Elric sambil bersandar seperti makhluk biasa.
Setelah beberapa lama berdiam diri, Ayla akhirnya tak bisa lagi menahan rasa penasarannya. "Elric," katanya pelan, raut wajahnya tampak sedikit bingung namun penuh rasa ingin tahu. "Aku harus bertanya... kenapa kelinci ini bisa bicara?"
Fenn, yang sedang menikmati istirahatnya, tiba-tiba menoleh dengan senyum nakal. “Kelinci ini? Aku punya nama, kau tahu!” katanya, dengan suara yang sedikit angkuh. “Namaku Fenn, dan aku bukan hanya sekadar kelinci biasa.”
Elric tertawa kecil melihat ekspresi Ayla yang tampak kaget sekaligus kebingungan. “Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu,” kata Elric sambil melirik Fenn yang masih menampilkan sikap penuh percaya diri. “Tapi Fenn bukan kelinci biasa. Dia adalah bagian dari ras Beastfolk, salah satu jenis yang sangat langka, jenis kelinci.”
Ayla menatap Fenn dengan heran, seolah tak percaya apa yang didengarnya. “Beastfolk?” gumamnya pelan. “Aku pernah mendengar tentang ras itu, tapi aku tidak pernah berpikir bahwa... seekor kelinci bisa termasuk di dalamnya.”
Fenn dengan sigap melompat ke atas batu, memperlihatkan dirinya dengan angkuh. “Oh, aku lebih dari sekadar kelinci. Aku adalah Beastfolk dengan kecerdasan dan pesona yang tiada tanding! Aku memiliki kemampuan bicara, bertarung, dan tentu saja, selera humor yang luar biasa.” Ia kemudian mengedipkan mata ke arah Ayla, membuat wajahnya semakin terlihat geli.
Ayla, yang masih tak terbiasa dengan cara bicara Fenn, sedikit tersipu malu. Ia tampak berusaha untuk tidak tertawa, tetapi kelihatan jelas dia bingung harus bereaksi bagaimana. “Jadi... kau bisa bertarung juga?” tanya Ayla, berusaha tetap serius meskipun ada senyum di bibirnya.
“Tentu saja!” jawab Fenn dengan bangga. “Aku mungkin kecil, tapi jangan remehkan aku! Di medan pertempuran, aku bisa lebih cepat dari bayangan, dan tendanganku bisa menghancurkan lutut musuh dengan mudah. Lagipula, aku punya Elric di sampingku, kan?” Fenn melirik ke arah Elric dengan ekspresi menyindir.
Elric, yang sudah terbiasa dengan kejenakaan Fenn, hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Jangan terlalu banyak membual, Fenn.”
Fenn mendengus kecil. “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Ayla, kau seharusnya bersyukur ada Beastfolk sepertiku yang melindungi Elric di saat-saat bahaya.”
Ayla kini tidak bisa lagi menahan tawa. Dia tertawa kecil, suaranya jernih dan sedikit canggung, tapi jelas dari cara dia tertawa bahwa dia mulai merasa lebih nyaman di sekitar mereka. “Kau sangat aneh, Fenn,” katanya, dengan senyum yang sekarang lebih lepas. “Aku tidak pernah berpikir seekor kelinci bisa begitu... penuh percaya diri.”
Elric memandang Ayla dengan senyum lembut. “Itu memang salah satu daya tariknya. Sejak aku bertemu Fenn, dia selalu memiliki cara untuk membuat situasi yang serius menjadi sedikit lebih ringan.”