Elric, Ayla, dan Fenn terus melanjutkan perjalanan mereka, dengan suasana yang sedikit tegang namun penuh semangat. Antusiasme Elric begitu jelas terlihat saat ia berbicara tentang naga, makhluk yang telah lama menjadi misteri bagi banyak orang, bahkan bagi para penyihir dan prajurit tangguh sekalipun.
Ayla hanya mendengus kecil, wajahnya sedikit merah saat memikirkan Elric yang berlatih di bawah bimbingan seseorang sehebat Elysia. Tidak hanya itu, perasaannya yang tumbuh terhadap Elric semakin membuatnya sulit untuk berpikir jernih. Namun, dia mencoba tetap fokus.
"Kita benar-benar akan mencari tempat bernaung para naga?" tanya Ayla sambil menatap Elric dengan ragu.
Elric berhenti sejenak, menoleh dengan tatapan penuh keyakinan sambil menggenggam peta. “Tentu saja. Jika ada kebenaran dalam cerita Elysia, kita harus mencarinya. Para naga bisa menjadi kunci untuk mengungkap lebih banyak rahasia tentang kekuatan mereka… dan mungkin bahkan tentang kekuatan kita sendiri.”
Ayla, yang diam-diam mulai memiliki perasaan terhadap Elric, tidak bisa berkata tidak. Dia hanya mengangguk, meski dalam hatinya dia merasakan kebingungan campur aduk.
Di sisi lain, Fenn, hanya melambaikan tangan kecilnya dengan santai. “Yah, kenapa tidak? Aku tidak punya rencana lain selain mengikuti kalian berdua, jadi mari kita lihat apa yang bisa kita temukan.”
Perjalanan mereka berlanjut hingga malam tiba. Dengan peta digenggamannya, Elric terlihat begitu bersemangat, mengarahkan langkahnya menuju hutan yang semakin lebat. Mereka melewati lembah-lembah yang curam dan sungai-sungai kecil yang berliku-liku di tengah vegetasi yang rimbun. Rasa penasaran Elric tampak tak terbendung, namun mereka semua tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.
Ketika mereka sampai di area terbuka yang sedikit lebih datar di tengah hutan, tiba-tiba mereka mendengar suara gemuruh dari jauh. Suara itu begitu keras hingga tanah di bawah kaki mereka bergetar.
Elric segera meraih tongkat sihirnya, dan Fenn meloncat cepat ke belakang Elric.
"Apa itu?" tanya Ayla dengan suara tegang, tangannya bergerak ke gagang pedangnya.
Dari balik pepohonan, muncul kawanan makhluk besar dengan tubuh menyerupai gorila, namun dengan api menyala di atas kepalanya. Mata mereka merah menyala, dan setiap langkah mereka membakar rumput dan dedaunan yang mereka injak. "Fire Kong," gumam Elric dengan alis berkerut. “Monster-monster ini sangat ganas dan agresif. Kita harus berhati-hati.”
Kawanan Fire Kong mendekat dengan cepat. Elric tak ragu lagi, dia segera mengangkat tongkat sihirnya dan mulai memfokuskan energinya.
"Aetheria Sylvanis, Flora's Requiem!" serunya. Tanah di bawah mereka mulai bergetar, dan dari dalam bumi, bambu-bambu besar mulai muncul dengan cepat. Mereka tumbuh dengan kecepatan luar biasa, menusuk dan menjerat para Fire Kong yang berusaha mendekati mereka. Bambu-bambu itu melingkar di sekitar tubuh monster-monster itu, menghentikan gerakan mereka.
Ayla tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia berlari cepat, pedangnya berkilauan di udara. Dengan gerakan lincah dan akurat, dia menebas satu demi satu Fire Kong yang tertahan oleh sihir Elric. Api di atas kepala para monster itu berkobar semakin besar, tetapi Ayla tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Dia menebas dengan presisi, menghancurkan para monster satu demi satu.
Fenn, yang biasanya suka bercanda, kali ini serius. Dia berlari di antara kaki Fire Kong, menggunakan kecepatannya untuk mengelabui dan menghindari serangan mereka. Dengan cerdik, dia memancing Fire Kong ke dalam jebakan-jebakan bambu yang dipasang oleh Elric.
Namun, jumlah Fire Kong yang banyak mulai membuat situasi semakin sulit. Elric mulai menggunakan sihir tingkat dua, aura berwarna hijau mulai menyelimuti tubuhnya, menandakan sihir alam yang ia gunakan akan mendapat peningkatan. Napasnya mulai terengah-engah, tetapi dia tetap berusaha mempertahankan fokusnya. Bambu-bambu yang dia panggil terus berlipat ganda, menusuk dan menjerat para Fire Kong yang tersisa.