Tiga bulan berlalu sejak Elric memulai latihannya di Aetherwood. Setiap hari dilalui dengan dedikasi dan kesungguhan untuk mengendalikan energi alam serta menjaga keseimbangan antara Aetheria Sylvanis dan Festival Of Blood. Sisi gelapnya masih ada, selalu mengintai di dalam pikirannya, namun hubungan mereka telah berubah. Bukan lagi sebuah konfrontasi, melainkan simbiosis yang rapuh namun saling melengkapi. Elric merasakan dirinya semakin kuat, dan kemampuan barunya untuk menggabungkan kekuatan alam dengan kekuatan vampir memberinya fleksibilitas baru dalam bertarung. Dalam dua bulan terakhir, dia telah melatih dirinya untuk menggunakan sihir tidak hanya sebagai serangan jarak jauh tetapi juga untuk pertempuran jarak dekat, menambah dimensi baru pada kekuatannya.
Sementara itu, Fenn, kelinci sahabatnya, tampaknya menghilang selama latihan Elric. Rupanya, dia tidak benar-benar menghilang, melainkan lebih memilih untuk berpesta wortel di sekitar hutan, menemukan kebahagiaan di antara ladang-ladang liar Aetherwood yang dipenuhi tanaman-tanaman lezat.
Pada bulan ketiga, Elric menerima kunjungan tak terduga dari Drakathorn. Naga merah tersebut datang dalam wujud manusianya, tampak lebih garang dan penuh kekuatan. "Waktumu sudah tiba, Elric," ucap Drakathorn dengan suara dalam. "Pasukan Sylvandor sudah menunggu di perbatasan wilayah Eldoria dengan Abyssora. Fenn sudah kutemukan berpesta wortel, dan sekarang saatnya untuk kembali ke Merchanis."
Elric, yang merasa dirinya semakin siap, segera mengangguk. Mereka berdua menemui Fenn yang dengan enggan meninggalkan kesenangannya, sebelum naik ke punggung Drakathorn yang telah bertransformasi menjadi naga raksasa. Dengan kecepatan luar biasa, mereka melesat menuju Merchanis, melewati hutan, pegunungan, dan sungai hingga akhirnya tiba di kota tersebut.
Setibanya di Merchanis, Elric merasakan suasana yang berbeda. Ketegangan dan persiapan untuk perang terasa nyata, dan di tengah hiruk pikuk itu, Rakka dan Ayla sudah menunggu. Mereka membawa kabar bahwa pasukan Sylvandor telah bergerak secara diam-diam dan kini bersembunyi di perbatasan wilayah Eldoria dengan Abyssora, sebuah kerajaan yang dikenal sebagai tanah kaum iblis. Keberadaan pasukan di sana tidak diketahui oleh kedua belah pihak yang tengah bertempur, memberikan mereka keuntungan dalam strategi selanjutnya.
Setelah berkumpul kembali dengan Ayla dan Rakka, mereka segera pergi menemui Garrin di mansionnya.
Rakka, mengenakan topeng khasnya, berbicara dengan nada rendah namun serius, "Selamat datang kembali, Elric. Pasukan Sylvandor sudah menunggu perintahmu. Situasi perang antara Eldoria dan Valherion semakin memanas. Kita akan segera menyerang dari posisi kita di perbatasan Abyssora. Ini adalah waktu yang tepat untuk melancarkan serangan kejutan."
Di ruangan pertemuan yang hangat dengan aroma teh dan rempah, Garrin memberikan informasi yang sangat penting. "Ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk bertindak."
Rakka yang duduk di sudut ruangan, melipat tangannya dan berkata, "Kami sudah menyiapkan pasukan dari Sylvandor. Sekitar 500 orang sudah berada di perbatasan antara Eldoria dan Abyssora. Ada sepuluh Grand Mage di antara mereka, seratus pemanah, dan sisanya adalah petarung garis depan."
Ayla menambahkan, "Penyusupan ke perbatasan sudah berhasil tanpa diketahui. Semua sedang bersembunyi, menunggu perintah selanjutnya."
Garrin tersenyum, matanya bersinar penuh semangat. "Aku sudah menyiapkan 20 pelontar batu yang bisa kalian gunakan untuk menyerang kota-kota perbatasan Eldoria. Jika kalian bergerak cepat, kita bisa memanfaatkan kekacauan ini untuk menyusup lebih dalam ke wilayah mereka."