Elric maju ke tengah pertempuran, hatinya berdebar, sementara kekuatan Aetheria Sylvanis dan Festival Of Blood bersatu dalam dirinya. Di sekelilingnya, kekacauan masih berlangsung; suara clanking senjata dan teriakan prajurit menggema di telinganya. Namun, fokusnya kini hanya pada satu tujuan, yaitu Althea.
Althea berdiri dengan angkuh, mata ungu terang berkilauan, dan sihir berkobar di sekelilingnya. “Elric, pewaris yang tidak diinginkan! Akhirmu sudah dekat!” teriaknya, lalu mengangkat tangannya untuk memanggil sihir api. Seberkas energi merah menyala di ujung jarinya, siap diluncurkan.
“Tidak akan terjadi!” jawab Elric dengan tegas, mengumpulkan energi dalam dirinya. Dengan cepat, dia menggerakkan tangannya untuk menciptakan dinding tanah sebagai perlindungan. Saat sihir api Althea meluncur ke arahnya, dinding tersebut menyerap ledakan itu, dan tanah di sekitarnya bergetar.
“Aku sudah menunggu momen ini, Elric!” Althea berseru, merasakan kekuatan yang mengalir dari dalam diri Elric. “Kekuatanmu tidak ada artinya di hadapanku! Aku adalah penyihir terkuat Eldoria!”
“Dan aku adalah pewaris Aetheria Sylvanis!” jawab Elric, dorongan semangat mengalir di dalam jiwanya. “Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan takdirku!”
Dengan kata-kata itu, Elric melesat maju, menggunakan sihir penguatan fisik yang telah dia kuasai. Tubuhnya terasa ringan dan cepat, membuatnya meluncur menuju Althea. Elric mengayunkan tangannya, menciptakan akar-akar raksasa dari tanah yang menghujani Althea. Namun, penyihir itu siap.
Althea mengangkat tangannya, dan seberkas cahaya hijau muncul di sekitar dirinya, menciptakan perisai. Akar-akar itu menabrak perisai dengan keras, tapi tidak mampu menembus. “Kau pikir itu cukup untuk mengalahkanku?” dia mengejek, lalu melepaskan serangan balasan dalam bentuk kilatan petir yang meluncur ke arah Elric.
Elric menyadari bahaya dan segera melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan cepat.
“Kekuatan sihirmu tidak ada artinya jika kau tidak bisa mengendalikannya!” Althea menantang, semakin berani.
Sementara itu, di tempat lain, Rakka dan Ayla menghadapi Raja Elion, yang terlihat marah dan putus asa. “Apa yang kalian lakukan di sini?” teriak Elion, tidak terima melihat dua lawan tangguhnya menghadang. “Mundur, atau kalian akan menyesal!”
Rakka menatap Elion dengan tajam. “Kami tidak akan mundur! Kami akan melindungi Sylvandor!” Dia mengayunkan pedangnya, mempersiapkan diri untuk bertarung.
Ayla berdiri di samping Rakka, siap melawan. “Elion, ini semua salahmu! Kami tidak akan membiarkanmu menghancurkan segalanya!”
Dengan teriakan penuh kemarahan, Elion meluncurkan serangan, menggunakan kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, Rakka dan Ayla bersatu, mengandalkan kecepatan dan kecakapan bertarung mereka untuk menghindari serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Elion.
Kembali ke pertarungan Elric, dia tidak mundur. Dia berusaha untuk mengalihkan perhatian Althea. “Kau tidak tahu apa yang sebenarnya kau hadapi!” serunya, lalu melancarkan kombinasi serangan menggunakan Gaia’s Wrath dan Flora’s Requiem.
Akar-akar besar muncul, melilit Althea, sementara Elric dengan gesit berputar, mengalirkan sihirnya ke dalam serangan. “Kau harus merasakan apa yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pewaris Aetheria!” dia berteriak dengan semangat.