Elric mengumpulkan semua tenaga yang tersisa, bersiap untuk meluncurkan serangan akhir. Namun, sebelum dia bisa melakukan langkah itu, Althea merangkai energi sihirnya dengan cermat. Di tengah kebisingan pertempuran, dia menemukan celah dalam pertahanan Elric, titik buta yang tidak terduga.
“Sekarang!” Althea berteriak dengan suara penuh dendam. Dia mengarahkan tangannya ke arah Elric dan melepaskan sihir kegelapan yang membara, membuat bayangan merayap dengan cepat menuju Elric.
Elric, yang terlalu terfokus pada serangannya, tidak dapat menghindari serangan tersebut. Sihir itu menembus pertahanannya dan menghantam tubuhnya dengan keras. Rasanya seperti ditusuk dengan ribuan jarum tajam, dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya terasa lumpuh.
Darah mengalir dari luka-luka di tubuhnya, bercampur dengan debu pertempuran. Elric terjatuh, tubuhnya tak berdaya di tanah. “Tidak…” desahnya dengan suara yang hampir tidak terdengar, merasakan rasa sakit yang menyebar ke seluruh tubuhnya.
Althea berdiri di atasnya, wajahnya dipenuhi kepuasan. “Kau pikir kau bisa melawanku? Kekuatanmu tidak ada artinya dibandingkan dengan sihir kegelapan!” Dia melangkah lebih dekat, menikmati momen kemenangan, namun di dalam hatinya, ada rasa takut akan apa yang bisa dilakukan Elric jika dia sepenuhnya menguasai kedua kekuatan dalam dirinya.
Dalam keadaan terbaring tak berdaya, Elric merasa energi dalam dirinya pulih perlahan. Dengan tangan yang gemetar, dia memegangi tongkat sihirnya, berusaha bangkit. Sinar putih cerah mulai memancar dari tubuhnya, seolah menyiratkan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya. Althea, yang awalnya percaya bahwa kemenangannya sudah di depan mata, merasakan aura ini dan menjauh darinya dengan ragu.
“Tidak… ini tidak mungkin!” Althea berucap, terkejut oleh kekuatan yang tiba-tiba muncul dari Elric. Dia tahu, jika Elric berhasil bangkit, dia akan menjadi ancaman yang jauh lebih besar.
Dengan keyakinan baru, Elric mengangkat tongkat sihirnya, merapal sihirnya. “Aetheria Sylvanis, Thunder of Olympus!” Dia mengucapkan mantra tersebut, dan seketika badai petir besar muncul di langit, menciptakan awan gelap yang menggulung. Petir menyambar dengan kekuatan surgawi, menghantam musuh-musuhnya tanpa henti.
Hujan petir itu menghancurkan area di sekelilingnya, menimbulkan kekacauan di barisan pasukan Eldoria. Suara gemuruh petir menggetarkan tanah, sementara cahaya putih yang menyilaukan membakar segala sesuatu yang terjebak di bawahnya. Althea berusaha menghindar, tetapi beberapa serangan masih menghantam prajurit-prajuritnya, menyebabkan mereka terjatuh.
Elric tidak berhenti di situ. Merasakan kekuatan dari Aetheria Sylvanis mengalir dalam dirinya, dia melanjutkan serangan. “Aetheria Sylvanis, Hephaestus Emberstorm!” Dia merapal mantra, dan seketika, badai api muncul di langit, dipenuhi bara dan percikan logam panas yang beterbangan.
Hujan api jatuh dari langit, membakar segala sesuatu yang disentuhnya. Setiap percikan bara menimbulkan kepanikan di barisan Eldoria, mengubah medan perang menjadi lautan api. Althea terpaksa mundur, berjuang untuk tetap berdiri di tengah kekacauan yang diciptakan oleh Elric. Dia merasakan tekanan yang luar biasa, dan untuk pertama kalinya, rasa takut menghampiri hatinya.
Namun, Elric tidak memberikan kesempatan untuk mundur. Dia berlari ke arah Althea, merapal mantra baru dengan tekad yang menggebu. “Aetheria Sylvanis, Pyroclasmic Forge!” Dia memanggil pandai besi roh api untuk menciptakan senjata pedang yang menyala. Senjata itu terbang ke tangannya, berkilau dalam cahaya api yang membara.
“Sekarang, saatnya mengakhiri ini,” gumam Elric, menambahkan sihir Aetheria Sylvanis lainnya ke pedangnya. “Aetheria Sylvanis, Firebrand Of The Forge God!” Dengan kekuatan dari dewa Hephaestus, sihir ini menyelimuti pedangnya dengan api abadi, membuat setiap serangan yang dia lakukan memancarkan nyala api yang menyala tak henti-henti.