The Journey Of Sha & Sha

FAKIHA
Chapter #2

1. Simbiosis Parasitisme


Ketika akhir pekan tiba, biasanya aku tertidur sampai siang. Hanya terbangun untuk melaksanakan salat Subuh. Namun tidur ku kali ini tidak terlalu nyenyak, dikarenakan dering telepon yang berbunyi sejak tadi. Padahal hari ini merupakan nikmat besar bagiku untuk tidur sesuai keinginanku, dikarenakan sedang mendapat tamu bulanan. Menutup bantal di telinga hanya membuat kesabaranku semakin terkuras. Aku beranjak dari tidur sambil mencari handphone di nakas. Nyawaku belum terkumpul sempurna. Benda pipih persegi panjang berwarna coklat tua itu bergetar, tertera nama Princess Alesha di layar handphone.

Bisakah anak itu sekali aja bikin hidup aku tenang? aku cuman mau tidur nyenyak. Itu aja, nggak lebih? Aku segera menggeser panel hijau, lalu wajah Alesha langsung tertampang jelas di layar handphone ku. Mataku masih enggan membuka. Sepertinya anak itu sengaja melakukan panggilan video whatsapps, hanya untuk memastikan jika kembarannya ini tidak berbohong ketika dia ingin meminta bantuan. Alesha sekalinya menghubungiku bukan karena dia perhatian, bukan itu. Melainkan sengaja membuat hidupku kesulitan. Itulah hobi terburuknya yang tidak diketahui oleh orang lain.

"Ada apa sih, pagi-pagi udah video call? Aku bukan driver pribadi kamu ya," kataku saar pertama kali panggilan video berlangsung. Aku sengaja mengatakan hal itu agar rasa pekanya bisa bekerja dengan baik. Namun sayangnya Allah hanya memberikan kecantikan tanpa rasa peka padanya.

"Paginya kamu jam segini, siangnya jam berapa Al?" Alesha malah bertanya balik. Sifat Alesha memang tidak beda jauh dengan Mama. Memang pinang dibelah menjadi dua.

"Udah deh nggak usah berbelit-belit, cepat mau jemput dimana?" tanyaku agak emosi. Setiap hari Minggu pagi, Alesha memiliki jadwal pemotretan majalah. Alesha itu orangnya sibuk sekali. Ada saja jadwal yang tidak bisa ditinggalkan. Wajah sekaligus tinggi badan Alesha memang sangat mendukung untuk menjadi seorang model. Alesha malah terkekeh pelan. Sementara aku hanya melangitkan istigfar.

"Aku belum bilang aja, kamu udah tahu." Aku hanya berdecap kesal saat Alesha mengatakan hal itu.

"Kamu buang nafas aja, aku tau apa yang kamu pikirkan. Setiap pergerakan derajat wajahnya, aku tau apa yang kamu mau." Kataku membuat anak itu berusaha menahan agar tidak tertawa.

"Ketawa mah ketawa aja, nggak perlu ditahan-tahan. Tuh bulu mata kamu udah bergoyang-goyang. Lepaskan Alesha ... lepaskan," kataku, sempat-sempatnya aku membuat lelucon padahal sedang emosi.

"Cepat, tolong kirim alamatnya!" dia mengangguk setuju dan segera menutup panggilan video secara sepihak. Alesha mengirimkan alamat lewat pesan whatsapps.

Princess Alesha: Arka Studi*, di Jl. Palbatu IV No.8, RT.10/RW.4, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan.

Aku segera mengambil celana jeans warna hitam dan black biker jacket. Setelah itu aku ke kamar mandi untuk melakukan ritual mandi. Aku bukan perempuan yang suka lama-lama untuk melakukan sesuatu. Setelah sepuluh menit berlalu, aku sudah memakai pakaian sekaligus sepatu boots warna hitam yang masih bersih. Sementara rambutku sengaja aku kepang di bagian atas ke samping kanan sampai ujung dekat telinga, lalu membiarkan rambut yang curly terurai.

FYI, Alesha tidak bisa mengendarai motor ataupun mobil. Jadi kemana-mana jika ada urusan mendadak dia selalu menjadikan aku sebagai sopir pribadinya yang tidak dibayar. Dia tidak mampu mengemudi, karena dia tidak mau belajar. Alhasil, dia menjadi seorang Princess yang tidak memiliki darah bangsawan kerajaan yang selalu merepotkan.

Lihat selengkapnya