Semua anak sibuk membagi rekan. Arken ingin sekali berlari dengan Alexa, tapi sepertinya ia lebih baik berpasangan dengan Saveriaz. Axella tentu saja memutuskan berlari dengan saudarinya, dan kelompok terakhir adalah Dasfor yang agak gendut dengan Tro yang kurus. Sungguh pemandangan yang kontras. Tapi kecepatan lari mereka hampir sama. Dasfor terlalu lambat dan Tro agak lemah, cocok sudah.
“Dasfor dan Tro menjadi pelari pertama. Alexa dan Axella kelompok kedua, sedangkan aku dan Arken akan menjadi penentu…” Saveriaz berkata dengan cepat dan jelas.
“Baiklah…” sahut Axella.
“Setuju.” Alexa menambahi.
“Oke. Tro dan Dasfor siap kan?” tanya Alexa, dan Dasfor mengangguk.
Tro diam saja, ia takut. Ia tak terlalu pandai berlari, Tro takut kalau ia akan menjadi penyebab kekalahan keluarga kerajaan, juga Arken dan Saveriaz, pasti itu benar-benar memalukan dan mengecewakan. Tapi Arken dan Saveriaz sepertinya percaya diri sekali, lagipula kalau dipikir-pikir ia akan berlari dengan Dasfor yang mungkin langkahnya tidak terlalu lebar, dan larinya tak kencang. Tro bisa bernapas lega saat ini.
Atmosfer semangat Arken turut membangkitkan semangatnya. Mereka memperhatikan kelompok lain dari pinggir lapangan, mereka dapat urutan terakhir. Setelah jam istirahat nanti, tiga kelompok tercepat akan berlari lagi untuk mendapat nilai tertinggi.
“Wah lihat! Yang itu larinya cukup kencang.” seru Arken.
Saveriaz diam saja, Dasfor dan Tro terlalu gugup, sedangkan Alexa dan Axella sibuk melakukan hal lain. Tak berapa lama kemudian seorang gadis jangkung dari Southbarrack menggerutu kesal pada rekan berlarinya yang menurutnya kurang bertenaga sehingga membuat mereka jatuh berguling, saling tindih di hadapan banyak orang,
“Hapus air matamu! Jangan cengeng!” sergah gadis jangkung itu.
Gadis yang dituju malah semakin menangis menjadi-jadi. Karnid menengahi mereka sambil melepaskan tali di kaki mereka ketika rekannya mulai menangis.
“Dasar payah! Apa aku memukulmu hah?! Kenapa menangis?!” Gadis jangkung itu masih membentak.
“Keluar dari lapangan!” perintah Karnid.
“Tapi dia berlebihan.” Gadis itu membela diri.
“Keluar dari lapangan, sekarang!” tegas Karnid.
Gadis itu berbalik dan terus mengumpat pelan selama berjalan keluar. Pandangan mata anak-anak lain mengekor gadis itu hingga ia duduk di kursi luar lapangan, bersandar pada dinding kastil sekolah yang hitam. Ia masih menatap kesal rekan berlarinya yang terus menangis manja di hadapan Asisten Karnid. Seharusnya dia tidak sampai menangis seperti itu. Dan memang salah si cengeng terlalu mencari perhatian hingga fokusnya untuk berlari hilang. Huh!
Tak berapa lama, perhatian mereka sudah teralihkan kembali ke lapangan.
*****
Kini tiba giliran kelompok Alexa, dan dua kelompok lain dari Southbarrack. Gadis-gadis dari Southbarrack itu menatap mereka sengit, berambisi untuk mengalahkan kelompok si kembar dan mempermalukan mereka. Meskipun sejujurnya itu tak akan berpengaruh pada kedua putri itu.
Peluit ditiup, Dasfor dan Tro mulai berlari, awalnya mereka tersendat-sendat dan berhenti di beberapa titik, berusaha menyetarakan cara dan kecepatan berlari mereka, sedang lawannya laki-laki dari Southbarrack berlari lumayan lancar meskipun tidak kencang. Dasfor dan Tro mulai terengah-engah dengan peluh yang mengucur lebih karena kepanikan daripada disebabkan oleh berlari. Tro berusaha menegakkan diri setiap Dasfor tidak seimbang dan larinya ke kanan dan ke kiri.