The Kingdom of Parandore

G. Cha
Chapter #3

Perbincangan di Ruang Bawah

Dari lantai bawah, anak-anak bisa melihat para guru berjalan menggerombol sambil bergumam tak jelas. Mereka berjalan menuruni anak tangga dengan tergesa, dan Nyonya Besar Noquen Lan serta dua guru dari Southbarrack sudah menunggu mereka di anak tangga paling bawah.

“Anak-anak… kalian berganti di ruang ganti atas!" perintah Nyonya Besar Noquen Lan pada para murid yang sudah akan menuju ruang ganti biasanya.

“Baik Nyonya Besar." Mereka pun memutar haluan, naik ke lantai dua.

Para guru membicarakan Efena, anak Southbarrack yang tadi saat pelajaran olahraga memarahi rekan berlarinya dengan cukup kasar. Ternyata gadis itu sudah cukup sering membuat ulah atau membesar-besarkan masalah di lingkungan Greasculd, dia pernah dengan teganya memotong rambut teman sekamar hanya karena tidak menemukan buku tugasnya, dan berpikir bahwa temannya itu yang mengambil. Selama tiga hari gadis yang dipotong rambutnya itu menangis dan seorang guru harus menjaga dan menenangkannya, serta memindahkannya ke kamar lain karena ia tak mau lagi sekamar dengan Efena dan masih terlalu takut untuk mencoba bersama anak lain.

Kejadian yang cukup menggemparkan dan menjadi perbincangan di Greasculd adalah sekitar dua atau tiga bulan lalu, Efena membentak guru tata kramanya yang bernama Bu Prephina Phoem, membuat guru itu sangat syok, dan harus menahan diri untuk tidak ikut marah, tapi kemudian Efena dengan kejam membunuh kucing kesayangan Bu Prephina lalu menggeletakkannya begitu saja di belakang kantornya yang berada di lantai satu. Bu Prephina begitu marah hingga dia mengurung diri di kantor kerjanya. Anak-anak berpikir kejadian ini pasti membuat guru itu trauma.

Dua hari kemudian Bu Prephina secara khusus meminta Nyonya Besar Noquen Lan untuk menindak si gadis kasar, hasilnya Efena mendapat hukuman untuk membersihkan aula pertemuan yang besar seorang diri, menguburkan kucing itu dengan layak, menjadi pembantu penjaga perpustakaan selama satu bulan penuh, serta permintaan maaf secara lisan dan tertulis pada Bu Prephina. Dan kesemuanya itu tentu saja dilakukannya dengan sangat enggan dan berat hati. Dendam antara mereka mungkin tak akan pernah padam.

*****

Dan hari ini tadi, secara tak sengaja Nyonya Besar Noquen melihat adegan Efena marah pada rekannya. Seakan ini waktu yang tepat untuk menindak Efena dengan masalah kedisiplinan dan tata kramanya selama ini.

Para guru memasuki aula pertemuan di bawah, mereka mengadakan rapat dewan pengajar untuk mengambil sikap tegas terhadap perilaku siswa yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Dari rapat itu diputuskan untuk memberikan Efena peringatan tertulis dan pemanggilan orang tua atau wali. Ayah dan ibu Efena adalah pemerhati lingkungan di wilayah Rockaress, mereka meneliti pertumbuhan jamur di Bukit Batu yang gersang. Orang tuanya cukup terkenal dan cerdas tapi entah kenapa Efena tidak lulus seleksi untuk masuk Northbarrack. Padahal kedua orang tuanya mengharapkan Efena bisa dekat dengan anak para petinggi dan bangsawan.

Efena, gadis dengan rambut coklat terang dan keriting, kulit wajah mulus dengan mata yang lebar membelalak. Dia sedikit lebih kurus dibanding gadis-gadis lain di Sekolah Greasculd. Cara berjalannya sangat angkuh dan dia memiliki jari-jari tangan yang kurus panjang, seperti jari penyihir.

Saat itu guru olahraga Hadios memanggilnya untuk datang di aula. Efena masuk tanpa mengetuk pintu aula itu, berdiri disana dan memandang sekitar selama beberapa detik kemudian duduk di kursi kosong di ujung meja, yang ia yakin kursi itu diperuntukkan baginya. Ia menarik kursi dengan kasar seakan menunjukkan rasa jengkelnya pada seluruh orang di ruangan. Para guru terlihat kecewa dengan tingkah Efena yang seperti orang tak terpelajar.

“Ada apa?” tanyanya pada para guru yang memperhatikannya dari awal dia memasuki aula.

“Nona Efena Trislac, Saya akan langsung pada pokok permasalahan…”

“Ya… apa?” Efena memandang Bu Prephina dengan tajam. Mereka berdua tidak saling suka. Hal ini bermula ketika Bu Prephina sering menegur Efena di hadapan teman-temannya ataupun ketika Efena sedang sendirian. Efena berpikir Bu Prephina terlalu mencampuri urusan pribadinya. Tidak memberi ruang gerak padanya, dan merasa bahwa dia adalah guru yang paling benar, guru yang memuakkan.

“Ini berhubungan dengan tingkah lakumu dalam waktu enam bulan terakhir ini. Dari hasil rapat dewan pengajar, kami memutuskan untuk melakukan penindakan dengan memanggil orang tua atau walimu untuk hadir…”

“APA???” Efena setengah berteriak, menginterupsi kalimat sang guru. Matanya terpaku pada Bu Prephina Phoem.

“Mohon jaga tata kramamu Nona Trislac!” kata Nyonya Besar Noquen yang wajahnya mulai mengeras.

Efena kemudian diam dan mendengarkan Bu Prephina untuk melanjutkan kalimatnya.

“...kami mengharap kau datang dengan orang tua atau walimu minggu depan di ruangan ini tepat sebelum jam istirahat.” Bu Prephina menyodorkan kertas undangan yang tebal dengan stempel Greasculd di atasnya. Meski sudah disodorkan seperti itu tapi Efena tidak menyentuhnya. Ia hanya menatap tajam Bu Prephina.

“Kau berharap mereka akan datang? Orang yang bahkan tidak mempedulikanku sejak dulu? Apa yang kalian harapkan?” cibir Efena.

“Nona Trislac!” bentak Nyonya Besar Noquen Lan sembari menipiskan bibirnya. Para guru bergumam dan terkejut dengan respon Efena. Ruangan tiba-tiba riuh dengan gumaman para pengajar yang seakan tak percaya ada gadis seperti ini di Greasculd.

“Mereka tak akan datang.” tegas Efena.

“Mereka harus datang Efena…” ujar si guru olah raga Hadios.

“Tidakkah kalian mengerti? Mereka bahkan tidak menginginkanku lahir, sekarang kalian minta agar mereka datang untuk pura-pura peduli padaku? Mereka tak akan datang, bahkan aku tak sudi kalau mereka datang ke sini!”

Efena berdiri hendak keluar. Tapi Bu Prephina yang juga berdiri, mendahuluinya kemudian menamparnya dengan keras.

PLAAAKKK!!!

“Bu Prephina!” Hampir semua guru wanita menegur dengan takut. Sebenarnya mungkin mereka akan melakukan hal yang sama bila mereka ada di posisi Prephina. Efena Trislac sudah keterlaluan, benar-benar tidak sopan.

Efena memegangi pipinya dan memandang gurunya dengan sangat marah, kemudian berlari keluar. Bu Karnid otomatis mengejarnya. Sedangkan Bu Prephina terduduk dengan lemas di kursinya. Beberapa guru menyayangkan tindakannya sedangkan yang lain coba menenangkannya.

Efena langsung berlari ke kamarnya dan mengunci diri. Bu Karnid mengetuk pintu dengan pelan sambil memanggilnya.

Tok… tok… tok…

“Efena…”

Tidak ada jawaban,

“Efena keluarlah. Kita harus membicarakan ini, termasuk kejadian barusan.” pinta Bu Karnid dengan nada pelan.

Lihat selengkapnya