Kejadian ini terjadi pada tahun ke-tiga sekolah mereka,
Si Kembar dan dua teman laki-lakinya sering sekali bermain bersama di padang rumput dengan anak-anak lain saat jam istirahat atau jam pulang sekolah. Semua bercampur, entah mereka dari keluarga kaya atau keluarga kurang mampu. Dari South ataupun North, dari Interleda, Attermode, Lerontaqia, Sankalia, maupun Rockaress. Bahkan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan keluarga sekalipun, yang sekolahnya dibiayai oleh istana, kepala sekolah dan himpunan dewan pengajar.
Alexa dan Axella tidak pernah membeda-bedakan teman atau merasa sombong atas kedudukan mereka sebagai putri, pewaris Kerajaan Parandore. Hampir semua rakyat menyukai mereka, karena mereka berdua bukan tipe bangsawan angkuh yang memandang rendah orang di bawahnya.
Meskipun terlahir kembar, Alexa dan Axella memiliki gaya berpakaian yang berbeda. Alexa lebih menyukai pakaian yang agak tertutup, sementara Axella suka dengan gaya yang sedikit terbuka. Ini adalah salah satu cara lain bagi orang-orang untuk membedakan kedua putri tersebut.
Pagi hari yang indah. Kabut tipis menyelimuti Interleda, tapi dingin butirannya tak mampu mengalahkan hangat mentari yang sedang memancarkan sinarnya dengan terang di balik awan dan menembus kabut. Kicauan burung, aliran sungai, desiran angin, gemerisik daun menjadi musik pagi yang indah dan menenangkan.
Hingga suatu siang, ketika mereka sedang bermain di padang rumput dekat Greasculd, tampak seorang anak perempuan perlahan mendekati Arken.
“Hei Arken.” sapa gadis berambut pirang sebahu itu.
“Hei juga.” sahut Arken bersandar di pagar kayu bersama Saveriaz dan seorang anak lagi bernama Tro yang hidup sebatang kara di rumah kecilnya di jalanan paling ujung Interleda.
“Aku Brizi, dari South.” Anak itu memperkenalkan dirinya dan menjabat tangan Arken tanpa memperhatikan Tro dan Saveriaz yang juga berada di situ. Brizi terlihat sangat senang sekali, tapi juga malu-malu. Sesekali ia tersenyum centil untuk menarik perhatian lawan bicaranya.
"Ah, iya." balas Arken singkat.
"Aku ingin berbicara denganmu sejak awal sekolah dulu," ujarnya, "tapi waktu pelajaran olah raga... kau malah mengajak si kurus aneh, Tro." ada nada kecewa di dalamnya, sambil melirik Tro yang salah tingkah.
Dari jauh Alexa dan Axella mengawasi mereka.
“Ada perlu apa?” tanya Arken tanpa berbasa-basi.
“Aku...” Brizi terlihat bingung ingin mengutarakan sesuatu, tapi di sisi lain juga ingin segera mengatakannya.
“Kenapa?” Arken tak terlalu sabar dengan segala macam basa-basi.
“Aku sudah sejak lama suka sekali pada Arken...”
Arken terkejut bukan main mendengar penuturan langsung dari Brizi Hender. Ia memang tak suka bertele-tele, tapi ungkapan cinta seperti ini tentunya bisa membuat siapapun salah tingkah. Ia memperhatikan gadis yang sepantaran dengannya itu terlihat malu-malu. Menggerak-gerakkan kaki kanannya, dan memainkan kuku jari telunjuknya. Gadis itu mungkin berharap Arken akan mengatakan hal yang sama padanya, mukanya memerah menantikan reaksi atau jawaban Arken.
“Maaf.”
“Hmmh?” Brizi mengatupkan bibirnya di hadapan Arken. Mencoba menelaah satu kata yang keluar dari mulut orang yang disukainya itu.
“Maaf. Tapi sudah ada yang mengisi hatiku.”
Kalimat itu langsung menyentakkan hati Brizi Hender, bagai pukulan telak, seketika raut mukanya berubah, dari yang awalnya terlihat centil manja kini menjadi sinis.
“Apa? Siapa Arken? Siapa dia?” suara cempreng Brizi menuntut.
“Haruskah kau mengetahuinya?” Arken merasa tak enak hati.
“Iya… katakan padaku…” Air mata Brizi sudah hampir jatuh, membendung di pelupuk matanya yang agak cembung, mungkin ini pertama kalinya ia merasakan patah hati.
Arken menghela napas dan selanjutnya menunjuk ke arah Alexa. Gadis bernama Brizi itu juga memandang Alexa dari jauh, kemudian ia mulai menangis dan pergi. Dan itulah pertama kalinya Arken mematahkan hati seorang gadis. Saveriaz dan Tro tertawa kecil, bukan bermaksud menertawakan Brizi dan perasaannya, tapi lebih kepada Arken yang terlihat tanpa beban dan dosa menolak ungkapan cinta Brizi, lalu dengan mudahnya menunjuk orang yang disukainya.
“Apa-apaan kau itu Ar? Dasar keterlaluan.” kata Tro.
“Kenapa? Ada yang salah?” Arken balik bertanya tanpa merasa bersalah sedikit pun pada gadis yang baru saja dipatahkan hatinya itu.
…