Suatu pagi di sekolah, tahun ke-lima bagi si kembar dan teman-temannya.
“Arken!!!” teriak Bu Fernyt ketika mengetahui kapur warnanya menjadi serbuk.
“Ya bu...”
“Kau yang melakukan ini bukan?”
“Hmmh…”
"Ini bukan mainanmu Arken. Gara-gara ini, ibu harus membeli sepaket lagi di Pasar Barang."
"Hehehe..." Arken tampak sedikit menyesal.
“Astaga kau! Kuhukum untuk menyelesaikan tugasmu... BESOK!”
“Tapi, yang lain bisa mengumpulkannya minggu depan bu...” Arken memelas, tapi tak mempengaruhi keputusan Bu Fernyt.
“Ini hukuman karena kau membuat kapur menjadi serbuk lagi!”
Arken meng-iya-kan saja perintah Bu Fernyt, karena memang dia yang usil mengubah kapur itu. Axella tersenyum sinis pada Arken. Ya, Axella tidak begitu menyukai “kenakalan” Arken, tapi Alexa masih bisa berbaik hati padanya. Tiba-tiba Axella berdiri dan menuju bangku Arken begitu Bu Fernyt meninggalkan ruangan. Melipat tangannya seperti seorang diktator dan melotot pada orang yang masuk dalam kekuasannya.
“Ar, bisakah kau tidak membuat kekacauan di kelas? Kami semua memerlukan pendidikan di sini. Dan tidak gratis!!! Banyak waktu terbuang hanya karena kau terlalu suka membuat keusilan.” sembur Axella sambil menekankan kata-kata tertentu.
Arken melirik Axella sejenak, kemudian membuang muka lagi, dan berbicara tanpa melihat lawan bicaranya.
“Nona Axella... apa kau benar-benar peduli pada pendidikan ini?” Arken bertanya dengan tenang.
“Tentu saja, apalagi aku adalah calon pemimpin. Aku akan menjadi ratu kelak. Jadi tidak boleh melewatkan pendidikan...”
“Ratu? Bukankah kau masih memiliki saudara kembar? Apakah kau akan menyingkirkannya?“
Beberapa hari ini Axella uring-uringan karena sedang datang bulan, belum lagi ditambah beberapa hari lalu ia tidak bertemu Saveriaz karena sang pangeran sedang ikut tuan arsitek berkeliling desa untuk pengamatan bangunan-bangunan penting Parandore. Dan baru hari ini Saveriaz masuk sekolah lagi.
Axella mengernyit. Kata-kata Arken membuat perutnya bergejolak, dan ia memandang Alexa hampa. Tentu tidak ada niat dalam hatinya untuk menyingkirkan Alexa, saudari kembarnya. Dirinya secara naluriah memang tertarik dengan politik kerajaan. Tapi,
“Sudahlah...” Saveriaz menengahi dengan wajah dinginnya, “untuk apa bertengkar mempermasalahkan hal seperti itu?”
Axella menuruti Saveriaz, ia pun duduk di kursinya lagi. Alexa hanya tersenyum dan kemudian mencubit Arken. Ia tahu arken tak benar-benar serius dengan ucapannya, tapi sepertinya saudarinya menanggapi terlalu serius. Ia berencana menghibur saudarinya nanti.
Mereka berdua memang jarang sekali akur. Ini lebih dikarenakan Axella telah menutup pandangannya terhadap laki-laki lain, dan memiliki standard khusus sesuai dengan Saveriaz Selvij. Intinya, jika seseorang itu bukan Saveriaz, maka besar kemungkinan Axella akan mencibirnya.
“Jangan begitu lagi Ar…”
“Hmmh.”
“Kau bisa melukai perasaannya. Kau tahu sendiri kan bagaimana dia dengan laki-laki lain yang bukan Saveriaz?”
“Maafkan aku.” sesal Arken.
Alexa hanya tersenyum lagi, membuat Arken salah tingkah dalam posisi duduknya. Pulang sekolah, Axella dan Saveriaz menuju perpustakaan untuk mencari buku referensi bagi tugas baru mereka. Sementara Arken bukannya ikut mengerjakan, ia justru mengajak Alexa ke ruang bawah tanah.
“Arken, mau kemana?”
“...” Arken terus menarik tangan Alexa, dan semakin turun ke bawah, “Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu Al.”
“Tapi ini ruang bawah tanah Ar.” Alexa berlari kecil-kecil, “Tidak ada apa-apa di bawah sana...”
Arken hanya diam dan terus menarik Alexa, menuruni puluhan anak tangga kayu. Kadang beberapa tangga berdecit dan bergemeretak menahan beban tubuh Alexa dan Arken. Hingga akhirnya mereka menuruni anak tangga terakhir.
“Sampai.” Arken berhenti.
“Hah?” Alexa melongo menatap Arken yang hanya nyengir.
Mereka berdiri di depan pintu kayu berpalang besi yang sudah berkarat, terlihat tebal dan kokoh. Sangat cocok dengan bangunan Greasculd dan sejarahnya. Udara agak pengap di bawah sini. Alexa mencoba menebak ada apa dan kenapa, sepertinya pintu itu sudah sangat lama tidak dibuka. Setidaknya itulah yang ada dalam otaknya.
“Jadi... ada apanya?” Alexa celingukan.
Tak bisa lagi menahan rasa penasaran yang sebenarnya sebentar lagi akan diketahuinya.
Arken membuka pintu itu, “Tutup mata Alexa...”
“Tidak mau… apa kau mau mengerjaiku?”