Suatu malam di istana.
Alexa dan Axella yang belum bisa tidur hilir mudik di lorong-lorong istana. Biasanya pada jam-jam ini mereka sudah harus di dalam kamar, tidur ataupun tidak. Itu termasuk tata krama yang diajarkan di sekolah dan ibunya. Tapi hari ini mereka berdua bosan sekali dan ingin mencoba sesuatu yang baru. Hal yang belum pernah sempat mereka lakukan. Mengelilingi lorong-lorong di malam hari.
Kedua gadis itu mengenakan pakaian tidur mereka yang terbuat dari sutra biru dan memakai sandal paling empuk yang tidak mengeluarkan suara ketika mereka berjalan dan berlari. Istana Parandore berbentuk U terbalik dengan bangunan tengah istana lebih luas dari sisi yang lainnya. Mereka belum pernah berjalan-jalan di istana ketika malam tiba.
Alexa menahan napas ketika Axella menutup pintu kamar mereka yang agak berat. Akhirnya mereka mulai berkeliling dan menyelinap di antara prajurit-prajurit istana yang sudah saatnya bergantian berjaga.
“Pelankan langkahmu Axella...” pinta Alexa dengan sangat lirih.
“...” Axella hanya mengangkat kedua ibu jarinya sebagai tanda mengerti permintaan Alexa.
Dan ketika melihat salah satu ruangan terbuka, mereka mendekat. Dengan sembunyi-sembunyi Alexa dan Axella menguping perbincangan kedua orang tua mereka bersama Yaesha, panglima perang kerajaan, Dorothee guru mereka dulu di sekolah, serta seseorang yang sudah sangat tua bernama Xipraa, dan yang mereka tahu dia adalah orang tua yang tinggal di Gunung Haiuurt.
Alexa dan Axella mengintip di balik celah pintu yang sedikit terbuka. Nyala api di tungku membuat garis cahaya pada wajah yang tertutup bayangan pintu. Mata mereka berdua berkilat tertimpa cahaya api. Mereka mengatur napas mereka sepelan dan sedatar mungkin agar tidak terlalu bersuara, dan memasang telinga mereka dengan tajam.
Samar-samar mereka mendengar orang-orang di dalam ruangan itu membicarakan ramuan abadi Blackloz, kekuatan yang mengerikan di dalamnya, dan persembunyian baru yang tepat untuk Blackloz.
Alexa dan Axella tak tahu apa yang terjadi, semua terlihat begitu khawatir. Tapi mereka tetap bergeming dari tempat mereka mengintip. Mencoba mendengar lebih banyak lagi. Alexa melihat wajah ayahnya yang terlihat menahan amarah, kedua tangannya mengepal di meja. Alexa tak pernah melihatnya seperti itu, ayahnya adalah orang yang sangat sabar dan penyayang, seumur hidupnya ia tak pernah melihat ayahnya marah secara langsung. Raja Sanders juga seorang raja yang bijaksana. Apa yang menyebabkan ayahnya terlihat marah dan ibunya begitu khawatir?
“Ehem… apa yang anda berdua lakukan di sini nona? Sudah larut, sebaiknya anda berdua istirahat...” bisik Mortana, seseorang yang berpakaian rapi dengan rambut pendek yang diminyaki. Wajahnya datar-datar saja, Alexa dan Axella pernah merasakan amarah, kesenangan, kesedihan, dan ketakutan dari wajah tanpa ekspresi itu.
Kadang kedua putri menyebutnya “Paman Topeng Berdiam Diri”. Dia adalah penjaga kunci utama kerajaan, bertugas mengontrol semua pintu dan gerbang yang harus dibuka dan dikunci. Kedatangannya yang tiba-tiba mengagetkan Alexa dan Axella. Mereka berdua geragapan menjawab sambil berbisik pula.
“Eh, anu... tidak ada, tidak ada ap… apa-apa Mortana...” kata Axella yang kemudian beringsut menjauh dari pintu.
“Ya, kami akan segera istirahat...” sambung Alexa, yang mengikuti Axella menjauhi pintu.
“Jangan beritahu ayah...” Axella memohon dengan menangkupkan kedua telapak tangannya.
Alexa dan Axella berlari sambil berjingkat menuju kamar. Melewati lorong gelap karena obor sudah dimatikan. Sedikit berharap Mortana tidak akan melaporkan mereka berdua pada raja dan ratu. Dari jauh Mortana melihat kedua putri itu dengan tatapan curiga yang datar-datar saja. Tiba di kamar, mereka merebahkan diri di atas kasur yang empuk dan hangat.
“Kau dengar apa yang dikatakan mereka tadi Alexa?”
“Ya, kurasa... tidak begitu jelas...”
“Kenapa mereka membahas Blackloz? Ramuan abadi... saat kita kecil, mereka bilang itu tidak ada. Mereka bilang itu hanya mitos. Kenapa mereka berbohong? Apa yang mereka sembunyikan?”
Axella memberondong pertanyaan kepada Alexa. Sangat penasaran, dan bersemangat.
“Entahlah Axella, mungkin itu demi kebaikan kita, mungkin lebih baik memang kita tidak tahu...” jawab Alexa seraya menepuk-nepuk dan memperbaiki letak bantalnya.
“Ayolah Alexa... pikirkanlah sesuatu...” Axella memohon.
“Hmmh... mereka bilang ada kekuatan mengerikan...” Alexa berpura-pura berpikir dan menyelimuti dirinya.
“Apa yang mengerikan dari sebotol ramuan Alexa?”
“Aku juga tidak begitu tahu, tapi mereka menyebutnya ramuan abadi... mungkin, ini mengenai kekuatan keabadian...” sahut Alexa, tak berminat menjawab lagi pertanyaan saudarinya.
“Wow... itu berarti luar biasa!" seru Axella.
“Tidak, tidak... itu mengerikan. Keabadian hanya milik Pencipta, bayangkan jika ada makhluk seperti kita yang abadi...! Maksudku, apa yang akan dilakukan oleh satu orang terakhir yang bertahan hidup di dunia ini?” Alexa membuka selimut hingga perutnya.
“Hmmh... entahlah, kurasa tak akan seburuk itu Alexa...”